Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Historisitas Sexualitas

12 Agustus 2021   14:19 Diperbarui: 12 Agustus 2021   14:33 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi relasi kekuasaan melalui relasi sexualitas. Foto: megapolitan.kompas.com.

Dalam bukunya The History of Sexuality (Vol. I), Michel Foucault tidak secara memadai merumuskan definisi seksualitas. Michel Foucault memberikan penjelasan yang lebih komprehensif tentang kekuasaan ketimbang penjelasannya tentang seksualitas. Buku The History of Sexuality sesungguhnya mendeskripsikan tentang kekuasaan. Isi dari buku ini bukan tentang sejarah seksualitas, melainkan sejarah tentang kekuasaan, tentang instansi-instansi yang memproduksi kekuasaan.

Instansi-instansi yang memproduksi kekuasaan yang dimaksud, antara lain asrama, biara, keluarga, sekolah, dan pemimpin agama. Pada intinya, Foucault menitikberatkan penjelasannya mengenai semua instansi yang berfungsi melarang atau membolehkan, terkait masalah-masalah wacana kekuasaan, sekaligus menjadi instansi produksi pengetahuan (mana yang benar dan salah). Singkat kata, "sejarah sekualitas, lebih tepat disebut sederet kajian mengenai berbagai hubungan historis antara kekuasaan dan wacana tentang seks" (Michel Foucault, The History of Sexuality).

Seksualitas tampak lebih menyerupai satu saluran yang sangat padat bagi hubungan-hubungan (relasi) kekuasaan. Dalam kerangka sexualitas, relasi kekuasaan yang dimaksud adalah antara laki-laki dan perempuan, orang muda dan orang dewasa, orangtua dan keturunannya, guru dan murid, pemuka agama dan umat, atau pemerintah dan rakyat.

Dalam relasi kekuasaan, seksualitas bukanlah unsur yang paling tertutup dan tabu, melainkan unsur yang paling strategis, berguna untuk manuver yang paling besar jumlahnya, dan dapat digunakan sebagai landasan, titik temu aneka ragam strategi. Akhirnya, seksualitas menjadi sistem politis, karena berbagai perangkat kekuasaan langsung menyentuh tubuh (tubuh-tubuh, fungsi-fungsi, dan proses psikologis, sensasi, juga kenikmatan).

Manifestasi seksualitas, biasanya menyangkut mitra-mitra seksual. Dalam hal ini, kajian sexualitas berfungsi atas dasar berbagai teknik kekuasaan yang bergerak, multi bentuk, dan bersifat konjungtural. Penyebaran seksualitas menimbulkan perluasan permanen bidang-bidang dan bentuk-bentuk pengendalian.

Yang terpenting seseorang adalah sensasi tubuh, kualitas kenikmatan, kodrat impresi-impresi yang begitu halus atau yang berkaitan dengan sesuatu yang hampir tidak tertangkap oleh indra. Sejak abad XVII, seksualitas dikaitkan dengan sistem kekuasaan dan meluas dengan cepat. Seksualitas dikaitkan dengan intensifikasi tubuh, pengunggulannya sebagai objek pengetahuan, dan sebagai unsur dalam hubungan-hubungan kekuasaan.

Mekanisme kekuasaan selalu ditujukan kepada tubuh, hidup, apa yang membuatnya membiak, apa yang memperkokoh manusia sebagai jenis (kekuatannya, kemampuannya yang mendominasi, atau kemungkinannya untuk digunakan). Kesehatan anak, ras, masa depan manusia sebagai satu jenis makhluk hidup, vitalitas korps sosial, dan kekuasaan berbicara tentang seksualitas dan kepada seksualitas.

Seksualitas bukan tanda atau simbol, melainkan tujuan dan sasaran. Sementara itu, yang membuatnya penting, bukanlah kelangkaan atau kerapuhannya, melainkan ketegarannya, kehadirannya yang tidak disadari. Hal ini disebabkan karena seksualitas ada di mana-mana, sekaligus dinyalakan dan ditakuti. Kekuasaan merancangnya, merangsangnya, dan menggunakannya sebagai "arti" yang berkembang dan harus selalu diawasi agar tidak lepas kendali. Seksualitas merupakan dampak yang bernilai "arti."

Michel Foucault mencari sebab-sebab mengapa seksualitas, alih-alih dikekang dalam masyarakat kontemporer, malahan selalu dirangsang. Menurut Foucault, kekuasaanlah yang dengan berbagai prosedur baru, menggeser masyarakat ke analitika seksualitas. Kekuasaan menseksualkan tubuh perempuan, kehidupan anak-anak, hubungan kekeluargaan, dan jaringan luas hubungan sosial. Kekuasaan menjadikan seksualitas berubah menjadi wacana tentang norma, pengetahuan, hidup, rasa, disiplin, dan regulasi.

Kekuasaan berlaku di seluruh seksualitas, secara khusus ditujukan pada unsur kenyataan yang disebut "seks" (materialitas). Seksualitas dalam hubungannya dengan kekuasaan, tidak merupakan bidang luar yang dimasuki kekuasaan, tetapi sebaliknya, suatu dampak dan alat manipulasi kekuasaan. Gagasan tentang seks itu terbentuk melalui beraneka ragam strategi kekuasaan dan peranan yang dimainkan di dalamnya.

Dengan demikian, secara ringkas, seksualitas dapat didefinisikan sebagai nama yang diberikan pada suatu sistem historis, dimana ada rangsangan tubuh, intensifikasi kenikmatan, dorongan terbentuknya wacana, pembentukan pengetahuan, pengokohan pengawasan, yang saling terkait sesuai dengan strategi pengetahuan dan kekuasaan (mengatur, mengarahkan, melarang).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun