Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menilik Krisis Imam Masa Kini

23 Juli 2021   23:39 Diperbarui: 24 Juli 2021   01:06 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Fransiskus pemimpin umat Katolik menjadi penerus tahta St. Petrus. Foto: indonews.id.

Para imam dan pelayan Gereja pada umumnya sudah tebiasa dengan krisis. Sebagai spesialis dalam menangani penderitaan orang lain, para imam mengenal bagaimana dinamika krisis dapat menjadi bagian dari perkembangan. Para imam terus-menerus belajar dalam pelayanan pastoral bahwa krisis tidak berarti bahwa Allah lepas tangan atas karya dan pelayanan.

Suatu krisis muncul, secara mendadak atau berlahan-lahan ketika suatu bagian hidup kita yang esensial gagal berfungsi. Maka, dalam menghadapi krisis ini, kesabaran dan keberanian sangat diperlukan.

Selama berabad-abad, imam termasuk anggota klerus dan merupakan pribadi suci dalam komunitas. Ini berarti posisi sosial seorang imam menempatkannya sebagai yang terpisah dari kaum awam -- sebagai seorang yang dipilih secara khusus oleh Allah. Posisi yang khusus ini ada bersamaan dengan pengorbanan yang dituntut, yakni selibat. Seiring berjalannya waktu, perubahan-perubahan dalam Konsili Vatikan II mengancam tempat imam dalam persekutuan.

Sebagaimana yang dilukiskan Edmund Hussey dalam artikelnya "Needed: A Theology of Priesthood" (1988), konsili mendesak agar para Uskup dan kaum awam untuk lebih menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging). Uskup harus keluar dari wilayah pengasingan otoriternya dan menjadi lebih pastoral dan melibatkan diri lebih langsung dalam diosesnya. Hal ini dirasa penting agar para gembala terutama Uskup dan para imam lebih mengenal umat dan berbaur dengan mereka.

Sejatinya ada begitu banyak model krisis yang berupaya mengancam hidup imamat. Ancamannya bisa datang dari dalam diri imam sendiri (internal) dan juga bisa datang dari luar diri imam itu sendiri (eksternal). Krisis yang datang dari dalam diri seorang imam misalnya berupa, ketidaksetiaan pada komitmen, pola hidup tidak sehat, kemalasan, kelesuan spiritual, relasi yang dangkal, intimitas yang memudar, kehilangan semangat doa, dll. Sedangkan, ancaman dari luar biasanya berupa pengaruh teknologi, lawan jenis, dan bagaimana membangun komunikasi dengan umat yang dilayani.

Semua ancaman dan tantangan yang menggerogoti hidup imamat beresiko pada misi dan pelyanan seorang imam sebagai pewarta Kabar Baik. Pewartaan Kabar Baik adalah tugas Gereja (EG, 111). Gereja adalah umat Allah yang melangkah maju di jalan peziarahan menuju Allah. Menjadi Gereja berarti menjadi umat Allah. Hal ini berarti bahwa kita harus menjadi ragi Allah di tengah umat manusia (EG, 114). Karena umat Allah berwajah banyak, maka pewartaan Kabar Baik juga perlu mengakui aneka ragam kekayaan yang dicurahkan Roh Kudus kepada Gereja (EG, 117).

Umat Allah menjadi kudus berkat pembaptisan (EG, 119), maka berkat penerimaan Sakramen Baptis, setiap anggota umat Allah menjadi murid misioner (Mat 28:19; EG,  120). Terkait dengan dimensi pewartaan Injil, Evangelii Gaudium juga membicarakan mengenai homili. Konteks liturgis harus diperhatikan dalam ber-homili (EG, 138). Penekanan mengenai persiapan kotbah, antara lain dengan memohon kehadiran Roh Kudus (EG, 146), mempribadikan firman (EG, 149), dan memperdalam Kabar Sukacita dengan bacaan rohani (EG, 152).

Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium menggarisbawahi mengenai pentingya pewartaan di masa sekarang. Untuk menunjang pewartaan yang baik, maka diperlukan antara lain katekese dan pengajaran agama (EG, 163), pendampingan pribadi demi proses pertumbuhan (EG, 171) dan semuanya itu harus berpusat pada Firman Tuhan (EG,  175). Tugas imam paroki perlu melihat semua komponen pewartaan ini dengan baik. Semuanya dipastiakan berjalan dengan baik agar iman umat dan kesehatan hidup imamat bisa terjaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun