Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harmoni dalam Nasionalisme

16 Juli 2021   21:41 Diperbarui: 16 Juli 2021   22:01 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toleransi dan solidaritas antar-umat beragama memperkuat nasionalisme. Foto: nasionalnews.id.

Indonesia adalah sebuah negara-bangsa yang kaya. Dengan basis penduduk yang besar, Indonesia tetap merawat kekayaan perbedaan yang dilahirkan dari masing-masing rahim daerah. Dengan jumlah pulau yang berjejeran dari Sabang -- Merauke, Indonesia tetap rukun dalam keharmonisan.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan indeks toleransi yang lama diapresiasi. Meski dikerubung banyak suku, agama, dan budaya, Indonesia tetap ramah. Lima agama besar selalu tegar mengapiti kebersamaan. Tak terkecuali Katolik.

Menjadi Katolik, tak lain adalah kekuatan ekstra dari keberagaman indentitas Indonesia. Dengan jumlah basis kepengikutan yang kecil, Katolik tetap memberi warna pada kebaruan Indonesia. Katolik hadir, merawat, menjaga, menciptakan, dan menyekolahkan keharmonisan. Di antara agama-agama yang lain, Katolik menyumbang kekhasan tertentu pada kualitas kesehatan keindonesiaan.

Indonesia membuka ruang bagi tumbuh-kembangnya benih kekatolikan. Harapan yang sama pun lahir dari kantong-kantong generasi Katolik berikutnya bernama Gereja. Menjadi Katolik berarti menjadi semakin Indonesia. Di balik rasa Katolik, wadah keindonesiaan perlu diendapkan, dijaga, dan dihidupi.

Tugas pertama dalam menjaga dan merawat benih nasionalisme dan kekatolikan tinggal dalam. Tinggal berarti menjadi bagian, ikut berdinamika, dan mencintai. Nasionalisme kebangsaan seorang warga negara mengalir ke sanubari ketika ia memaknai komitmennya untuk tinggal bersama. Hal yang sama diharapkan dari Ketolik. Menjadi Katolik berarti tinggal dan menyatu. Dalam kesatuan itu, karakter mencintai menjadi sebuah kewajiban.

Dalam kaca mata kekatolikan, Indonesia adalah batu karang dimana benih-benih iman mulai ditanam, dibangun, tumbuh, lalu mekar. Indonesia juga menjadi lahan subur dimana kualitas iman orang-orang Katolik mengakar dan berbuah. Baik Indonesia maupun Katolik, keduanya menyatu. Seharusnya, kekuatan yang sama dihidupi sebagai warga negara Indonesia yang Katolik.

Identitas kekatolikan bukanlah identitas yang terpisah dari Indonesia. Katolik itu menyatu dan bermakna. Tanpa nasionalisme yang kuat, benih kekatolikan tak akan tumbuh subur. Sebaliknya, identitas dan corak kekatolikan memberi poin keseimbangan bagi interaksi hidup bersama warga negara. Maka, menjadi Katolik berarti sungguh-sungguh Indoensia. Karena dari rahim Indonesia, roh kekatolikan itu dikandung, dirawat, dikukuhkan, dan bertumbuh.

Dari semangat nasionalisme yang sungguh-sungguh Indonesia, roh kekatolikan subur menjalar. Nustrisi kekatolikan diambil dari wadah keindonesiaan. Hal ini memebri makna khusus untuk kita: di antara Katolik dan Indonesia ada pemberian diri yang sungguh-sungguh. Ketika pemberian diri berhasil dikebumikan, Katolisitas hidup dalam nasionalisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun