Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Iklan dan Infrastruktur Konsumsi

18 Juni 2021   19:50 Diperbarui: 18 Juni 2021   20:20 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iklan indomie sebagai sarana memengaruhi masyarakat. Foto: thegorbalsla.com.

Pada dasarnya apotik dan mall merupakan sintesis kemegahan dan kalkulasi yang memungkinkan semua aktivitas konsumen. Apotik mempraktikkan suatu peleburan tanda-tanda dimana semua kategori barang-barang dianggap secara umum sebagai bagian tertentu dari apa yang disebut konsumerisme tanda. Fokusnya pada sistem tanda dan kode, bukan pada komoditas tertentu atau kondisi khusus dimana komoditas dipasarkan atau diperjualkan.

Mall dipahami sebagai jantung konsumsi, sebagai organisasi total dari kehidupan sehari-hari, sebagai homogensi yang sempurna. Dalam hal ini, kita perlu mengakui pentingnya kartu kredit bagi shopping mall secara khusus bagi masyarakat konsumen dimana dengan kartu itu membebaskan konsumen dari cek atau uang tunai. Masyarakat konsumen adalah sebuah suasana dimana segala sesuatu itu dijual. Segala sesuatu itu adalah komoditas tanda, bahkan semua tanda adalah komoditas yang diciptakan dan dipertukarkan.

Selain itu, hal lain yang menjadi pendukung konsumerisme adalah televisi dan juga iklan. Menurut Jean Baudrillard, televisi adalah dunia dan merupakan sebuah artefak simbolis postmodernisme yang paling representatif dan berpengaruh. Televisi memuat segala karakter dunia postmodernisme: reproduksi, manipulasi, bujuk-rayu (seduction) dan hiperrealitas, dalam penampilannya yang paling menawan dan menggiurkan.

Televisi sekaligus menjadi ruang praksis meleburnya berbagai macam tanda, citra, impian, dan kenyataan. Dalam televisi, realitas dikemas dan dijadikan komoditi (tontotan), ruang dan waktu dilipat dalam satu dimensi (kekinian), serta etika dan moralitas dibaurkan dengan kecabulan dan brutalitas: sebuah dunia postmodern.

Dalam masyarakat konsumerisme, individu dinilai dari apa yang ia miliki. Seseorang dipandang berhasil, bernilai dan berkualitas dari kemampuannya mengkonsumsi. Semakin banyak ia mengkonsumsi, semakin tinggi kedudukannya dalam masyarakat konsumerisme. Pada titik inilah iklan mengambil peran sebagai media informasi pelbagai kebutuhan konsumsi. Dengan kemampuan membangun citra melalui tanda, idiom, simbol dan kode produk komoditi, iklan menggoda kita untuk mengkonsumsi.

Masyarakat pada umumnya hidup menurut apa yang didikte oleh objek tertentu. Artinya, seseorang membeli barang, bukan karena manfaat, melainkan karena mengikuti gaya yang ditawarkan melalui pemaknaan seluruh objek. Semua aspek kehidupan manusia tidak lebih hanya sebagai objek. Sistem objek tidak lain merupakan sebuah sistem yang membentuk makna dalam kehidupan masyarakat kapitalis.

Melalui objek-objek tersebut, seseorang dalam masyarakat konsumerisme menemukan makna dan eksistensi dirinya. Fungsi-fungsi objek konsumen, bukan pada nilai guna atau manfaat suatu barang atau benda, melainkan pada tanda atau simbol yang disebarluaskan melalui iklan-iklan gaya hidup masyarakat media. Melalui iklan, masyarakat konsumeris mencoba mengubah dirinya (capital simbolik atau diakui).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun