Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mewacanakan Seks untuk Merepresi

7 Juni 2021   19:53 Diperbarui: 7 Juni 2021   20:01 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wacana sexualitas sebagai sarana dominasi. Foto: liputan6.com.

Abad ke-17 lazim dianggap sebagai awal masa represi. Kala itu, seks terkendali di dalam wacana. Orang dilarang untuk berbicara tentang seks dengan seperangkat larangan. Akhirnya, orang dengan sendirinya melembagakan kebungkaman. Sensor.

Pembicaraan tentang seks dibatasi oleh ruang dan waktu tertentu dalam situasi, penutur dan lingkungan hubungan sosial tertentu. Misalnya, di antara orangtua dan anak, guru dan murid, majikan dan pembantu. Pada wilayah-wilayah ini, ada tata cara pembatasan yang terkait erat dengan kebijakan bahasa dan wicara.

Abad ke-18, pembiakan wacana tentang seks semakin cepat, dan terpenting adalah di dalam wilayah kekuasaan, yaitu berupa dorongan institusional untuk membicarakannya, dan bahkan untuk semakin sering membicarakannya; dan kemauan daari instansi-instansi kekuasaan untuk mendengar orang berbicara tentang seks serta untuk membuat seks itu sendiri "berbicara." Sebagai contoh evolusi pastoral Katolik dan sakramen pengakuan dosa setelah konsili Trente.

Rencana untuk "mewacanakan" seks, sesungguhnya telah ada sejak lama sekali, di dalam suatu tradisi biara yang menganjurkan tanpa batas (asketisme). 

Pada abad ke-17, wacana itu telah dijadikan kewajiban bagi semua orang. Ajaran pastoral Katolik menetapkan sebagai kewajiban mendasar mengenai tugas untuk memasukan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan seks (menguraikan secara utuh.

Abad ke-18, muncullah suatu rangsangan politik, ekonomi, dan teknik, untuk berbicara tentang seks. Rangsangan itu tidak berbentuk teori umum tentang seksualitas, akan tetapi berbentuk analisis, penghitungan, klasifikasi, dan spesifikasi, berbentuk penelitian kuantitatif atau kausal. Seks kemudian harus dibicarakan, harus dibahas secara terbuka.

Seks pada abad ke-18 menjadi sebuah urusan "polisi." "Polisi" seks artinya bukan sekadar pengetahuan tabu melainkan kebutuhan untuk mengatur seks melalui berbagai wacana yang berguna dan terbuka. 

Contohnya hal baru strategi kekuasaan pada abad ke-18 adalah munculnya "penduduk" sebagai masalah ekonomi dan politik. Pusatnya ada seks, yakni harus ada analisis tingkat kelahiran, usia kawin, kelahiran sah dan tidak sah, kematangan dini, dan frekuensi hubungan seksual.

Muncul suatu masyarakat yang secara konstan menegaskan bahwa masa depan dan kekayaannya juga tergantung pada cara setiap anggota masyarakat mendayagunakan seksnya. 

Melalui masalah ekonomi dan politik yang menyangkut kependudukan membentuk suatu kerangka pengamatan seks. Dari sana, lahirlah analisis perilku seksual, definisi dan dampaknya, yang berkutat di perbatasan antara biologi dan ekonomi.

Muncul juga berbagai kampanye sistematis yang mencoba mengubah tingkah laku seksual pasangan-pasangan menjadi perilaku ekonomis dan politis yang terencana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun