Kembang api, lomba nabuh bedug, takbir keliling, baca takbir, pawai, dan silaturahmi. Inilah beberapa kegiatan yang sering dilakukan saat mengisi malam terakhir menyambut hari kemenangan Idul Fitri.Â
Sebetulnya masih banyak tradisi lain yang "ngantri" dirayakan. Cuman semuanya harus direm. Selebrasinya dialihkan ke dunia virtual.Â
Malam takbiran merupakan malam siaga penuh. Biasanya masjid selalu penuh. Semua umat Islam benar-benar merayakan perayaan kemenangan itu. Menang karena puasa berhasil dilakukan. Menang karena zakat dinikmati semua.Â
Mulai malam ini, takbir keliling dilakukan secara meriah. Mirip arak-arakan patung Maria saat bulan Maria dan Rosario dalam tradisi Katolik.
Pada malam takbiran, orang akan membaca takbir sebagai bentuk pujian kepada Sang Khalik. Sepanjang malam seruan "Allahu Akbar" akan dikumandangkan hingga esok. Ini sebuah madah pujian. Sebuah hymne kemenangan. Di antara sajak-sajak yang dilafal secara berulang -ulang, seseorang diantar masuk pada kebersamaan dan kesatuan dengan Yang Ilahi.
Untuk malam ini, sangat berbeda. Tak ada jaga malam. Kami sekomunitas tak ikut mengkawal kegiatan malam takbiran bersama umat Muslim di wilayah Pojok, Tyasan, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Malam Takbiran kali ini cukup berbeda. Yang masih tersisa hanya kembang api, petasan, serta seruan takbir itu sendiri dari berbagai sudut kota Jogja. Indah dan tetap meriah.
Malam terakhir menyambut kemenangan 1442 Hijriah hanya dikawal kelompok-kelompok kecil. Bacaan takbir tidak lagi di masjid secara berjamaah. Semuanya dilakukan di rumah. Saya secara pribadi memang merasa malam takbiran kali ini menjadi semacam sebuah momen kehilangan. Hilang kerumunan, pawai, dan silaturahmi. Soalnya saya sudah terbiasa dengan momen demikian.
Beberapa kali saya mengikuti momen malam takbiran di Jogja dan Jakarta. Suasananya memang sangat meriah. Momen kebersamaanlah yang selalu memberi warna tersendiri pada sesi penyambutan Hari Raya Idul Fitri ini. Ada senyum yang terlihat, ada salaman, rengkuhan, berbagi, tawa bersama, lomba nabuh bedug. Pokoknya sangat harmoni dan seru.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, tentunya temu fisik secara massal tak terlihat. Tak ada salam-salaman secara berjamaah. Semuanya dibatasi. Dikurangi. Di rumah saja. Akan tetapi, semua kebijakan atau larangan yang dipakai sebagai strategi perlawanan terhadap pagebluk Covid-19 ini, tidak boleh menyurutkan semangat untuk tetap takbir dan bersilaturahmi.
Ingin sekali agar mengunjungi tetangga, kerabat, keluarga, dan kenalan sambil mengucapkan "Mohon maaf lahir dan batin." Ingin sekali menyalami saudara-saudari Muslim di Hari Raya. Ingin sekali sharing bersama soal persaudaraan. Ingin sekali ikut takbiran keliling. Tapi, semuanya harus dibendungi. Kita ada dalam perang. Kita ada dalam semangat melawan.
Semoga Idul Fitri kali ini, terutama takbir malam ini berjalan dengan baik. Semoga Tuhan memberkati seluruh semangat dalam kegiatan silaturahmi. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah untuk umat Muslim. Minal Aidin Wal Faidzin. Mohon maaf lahir dan batin!