Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Protokol Idul Fitri Melawan Pandemi

11 Mei 2021   20:34 Diperbarui: 11 Mei 2021   20:39 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mudik saat Idul Fitri tiba. Foto: portaljember.pikiran-rakyat.com.

Mudik menjelang Idul Fitri tentunya cukup berbahaya. Jika tetap berkeras hati mudik, bingkisan silaturahmi kali ini akan berubah menjadi petaka. Kita tidak memberikan buah tangan yang menyenangkan untuk keluarga dan kerabat, tapi justru penyakit.

Genangan realiatas menunjukkan bahwa mobilitas warga menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah memang tak terkendali. Di beberapa gerbang tol terpantau ratusan kendaraan siap nyeberang. Ada kendaraan pribadi, travel gelap, dan bus AKAP (antar-Kota antar-Provinsi) yang disediakan khusus oleh pemerintah. Jaring-jaring pengaman justru robek ketika menyentuh Lebaran. Ya gimana, orang pada kebelet. Berharap saja tagar Indonesia Terserah tak diviralkan lagi. "Angel, wis angel!"

Ketika larangan mudik diterapkan, siasat justru dizig-zag. Larangan mudik tetap berlaku, tapi transportasi boleh beroperasi. Kali ini yang mudik cuman transportasi. Lihat saja volume kendaran di beberapa ruas tol keluar Jakarta mendadak numpuk. Jika hanya memuat logistik, ya tidak apa-apa. Yang menjadi persoalan justru jika kendaraan itu diisi penumpang mudik. Petanya pun jadi sejajar, yakni penyebaran virus dan penyebaran logistik penanggulangan pandemi sama-sama cepat.

Kala istilah mudik jadi polemik pada 2020 kemarin, orang justru ramai-ramai mudik. Dari istilah sampai pada praktik riil kehidupan nyata, mudik tahun ini bermasalah. Di atas gaduh dan gencar bahas mudik secara teoritis, yang di bawah tak kalah gaduh mempraktikkannya. Mudik dan pulang kampung itu beda. Ya beda. Mudik itu sekarang, di saat kita hampir di gerbang Idul Fitri.

Dalam kerangka melawan pandemi Covid-19, pemerintah melarang semua warga untuk mudik. Mula-mula, larangan ini diperuntukkan bagi para Aparatur Sipil Negara, TNI, Polisi, dan pejabat pemerintahan lainnya. Akan tetapi, dalam perjalanan waktu, larangan ini kemudian diperbarui. Presiden dengan tegas melarang semua warga untuk mudik. Tak terkecuali. Mudik itu haram jika dilakukan saat pendemi seperti ini.

Larangan mudik awalnya dikawal ketat. Semua pos-pos penjagaan diperketat. Jangan sampai lolos. Ironisnya, semakin diperketat, semakin gokil cara-cara yang ditempuh agar bisa mudik. Seperti pepatah mengatakan banyak jalan ke Roma, tren kali ini juga sama, yakni ada banyak jalan 'tuk mudik. Semua pada kebelet mudik. Di gerbang Idul Fitri, orang beramai-ramai mengantri. Jarak tak lagi dihiraukan. Yang penting bisa ngumpul bareng keluarga.

Mobilisasi warga menjelang Hari Raya Idul Fitri sejatinya dipengaruhi oleh ketidaktegasan pemerintah dalam menerapkan aturan. Ada bongkar-pasang kebijakan. Ada pengecualiaan. Ada bentrok kebijakan pusat dan daerah, hingga yang terakhir adalah gelombang baru bernama "new normal" dan vaksinasi. Vaksinasi seolah memberi isyarat pandemi telah usai. Padahal, vaksin hanyalah salah satu dari sekian banyak cara dalam mengatasi pandemi. Vaksin bukanlah cara satu-satunya. Di saat menjelang Hari Raya Idul Fitri, semua kebijakan justru tak berstamina. Kadang-kadang jebol menjelang Lebaran tiba.

Mudik menjelang Idul Fitri tentunya cukup berbahaya. Jika tetap berkeras hati mudik, bingkisan silaturahmi kali ini akan berubah menjadi petaka. Kita tidak memberikan buah tangan yang menyenangkan untuk keluarga dan kerabat, tapi justru penyakit.

Untuk mengatasi kebelet mudik, mungkin pemerintah bisa menjamin ketersediaan jaringan internet. Dalam hal ini, silaturahmi bisa dilakukan secara online (daring). Silaturahmi online sejatinya memangkas prasangka bahwa silaturahmi pada perayaan Idul Fitri kali ini tidak diadakan. Dengan menggunakan perangkat teknologi -- aplikasi video konferensi -- silaturahmi tetap dijalankan. Kita tetap terhubung. Mungkin yang kurang adalah ketiadaan pemberian bingkisan. Tapi, kita tetap bersilaturahmi, yakni secara daring.

Sekali lagi, prospeknya, masyarakat benar-benar solider dengan sesama yang sudah berjuang keras melawan pandemi Covid-19 dengan menahan laju berpergian, keluar rumah, atau mudik. "Stay at home." Yang penting di saat Hari Raya Idul Fitri nanti, kita tetap terhubung. Tanggalkan watak egois dan intoleran menjelang Hari Suci. Hanya dengan kerja sama yang solid, kita bisa berperang dan melawan pandemi Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun