Tindakan mengasihi itu seharusnya membekas, menyentuh, memberi edukasi, lalu jangan lupa ditularkan. Tindakan kasih biasanya lahir dari pengalaman dikasihi. Paus Fransiskus dalam suatu kesempatan mengatakan demikian: "The more you give, more you receive!" Artinya, semakin banyak kamu memberi, sebanyak itu pula kamu akan mendapatkan pahalanya. Semakin sering kita bertindak atau berbagi kasih, semakin sering pula kita dikasihi.
"Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:12-13).
Perintah untuk saling mengasihi merupakan kelanjutan dari bahan kuliah Yesus bersama keduabelas murid. Topik saling mengasihi bahkan dilihat sebagai bahan kuliah terakhir Yesus bersama para murid sebelum kenaikan-Nya ke surga. Meski ditempatkan pasca kebangkitan, perintah ini mengandung makna, yakni agar mereka yang mendapat rahmat khusus dari Yesus sendiri berani keluar dari zona nyaman, diutus, dan siap melayani. Perintah untuk saling mengasihi , pada dasarnya lahir dari sebuah konteks. Lalu konteksnya apa?
Ketika Yesus menderita sengsara dan wafat di kayu salib, kehidupan komunitas para murid mulai berantakan. Mereka mulai berpencar dan kembali ke tugas masing-masing. Ada yang kembali ke kampung halaman seperti kisah dua murid dalam perjalanan ke Emaus, ada yang mulai melaut, dan ada pula yang mengungkung diri karena takut diadili seperti Yesus.Â
Situasi ini tentunya membuat rasa pesimistis terhadap kelanjutan karya Yesus di dunia ini mulai terasa. Maka, Yesus berusaha mengembalikan energi kemuridan dan karya pelayanannya kepada keduabelas rasul dengan menyuntik semangat berupa wejangan.
Sejatinya, jika kita runut dari kisah-kisah teks Injil beberapa hari belakangan ini -- khususnya pada hari Minggu -- intensionalitas pemberian materi kuliah cukup mendapat tempat. Artinya, setelah kebangkitan-Nya -- sebelum Yesus sendiri kembali kepada Bapa melalui peristiwa kenaikan -- Yesus tetap mempertanggungjawabkan tugas-Nya bersama keduabelas rasul.Â
Yesus tak mau murid-murid-Nya dibiarkan sendiri tanpa bekal perutusan yang jelas. Yesus tak mau para pengikutnya dibiarkan hidup dalam ketakutan, kecemasan, dan kekalutan. Sebaliknya, Yesus ingin mereka dalam keadaan siap. Tepatnya, siap diutus.
Pada kisah-kisah awal pasca kebangkitan, Yesus menyajikan dua sks bahan kuliah per hari dengan topik yang berbeda-beda. Â Topik pertama yang diberikan adalah mengenai "Damai Sejahtera." Kata "Damai Sejahtera" merupakan perekat awal komunitas para murid yang pincang karena ketakutan.Â
Kata "Damai Sejahtera" juga merupakan daya pemersatu komunitas ketika polemik ketidakpercayaan terkait kebangkitan-Nya diperdebatkan di lingkungan interen para murid. Dengan kehadiran-Nya pasca wafat di salib, Yesus tetap menguatkan komunitas keduabelas rasul dengan wejangan: "Damai sejahtera bagi kamu!" (Yohanes 20:21). Mereka pun nantinya diutus, dari komunitas yang damai untuk membawa pesan damai.
Setelah topik "Damai Sejahtera", Yesus kemudian melanjutkan perkuliahan-Nya bersama komunitas keduabelas rasul dengan topik lain, yakni "Gembala yang Baik." Topik ini dimasukkan ke dalam silabus materi diskusi bersama, mengingat para rasul nantinya akan diutus dan tampil sebagai pemimpin.Â
Kualitas pemimpin tentunya ditakar dengan sub tema yang lahir dari tema utama, yakni menjadi gembala yang baik. Usai tema Gembal yang Baik, Yesus kemudian bergerak ke tema hidup komunitas, yakni tinggal pada pokok anggur sejati (Yesus sendiri). Tinggal pada pokok anggur, diharapkan mampu menghasikan buah. Buah-buahnya pun seharusnya berkualitas.