Filsafat Bergson sangat dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin. Ia menyatakan bahwa cara manusia bertindak lebih dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.Â
Darwin menekankan bahwa manusia yang sekarang ini merupakan hasil dari proses evolusi dimana manusia memiliki naluri untuk bertahan hidup. Karakter semacam ini merupakan suatu hal yang alami dalam menjalankan proses hidup. Hal ini bisa terjadi karena ada keterbukaan atau kebahagiaan dalam bertahan hidup.
Maka, dari itu dalam teori Darwin intelek manusia dan proses berpikirnya merupakan konstruksi dari tujuan-tujuan praktis. Tujuan ini digambarkan untuk membantu manusia mengadaptasikan dirinya dalam dunianya dan juga untuk lebih mudah dalam bertingkah laku. Faktor diri inilah yang kemudian menjadi pandangan dasar Bergson.Â
Dengan melihat pada diri, yang sangat berharga, ia juga megacu pada pikiran, perasaan, persepsi, dan kemauan yang secara alami akan selalu berubah. Perubahan itu ternyata membawa kesenangan baru.Â
Dalam diri itu ternyata tak ada pengulangan masa lalu sehingga diri akan selalu menjadi baru. Manusia akan selalu merasa bebas. Ia akan dengan senang hati menciptakan masa depannya, meskipun masih mendasarkan pada masa lalu. Perubahan ini terjadi bukan karena dipikirkan melainkan sebagai sesuatu yang dialami.
Seperti yang diuraikan oleh Barry Allen, untuk mengerti intuisi dalam pandangan Henri Bergson, terlebih dahulu harus memahami pemikirannya mengenai duration, yaitu pemikirannya mengenai waktu.Â
Duration adalah waktu keadaan sadar; waktu pengalaman; waktu penantian, ekspektasi, dan kelambatan. Tetapi lebih dari pada itu, secara sederhana itu adalah waktu pada dirinya pada keadaan asalinya, bentuknya yang primordial. Itu bukanlah jenis waktu, atau aspek, dimensi, atau bagian dari waktu. Waktu adalah duration atau tidak sama sekali.
Dalam uraian Bertens, menurut Bergson kita harus membedakan dua macam waktu. Biasanya pengertian kita tentang waktu dikuasai oleh pengertian kita tentang ruang. Waktu dimengerti berdasarkan ruang.Â
Kalau begitu, waktu diumpamakan sebagai semacam garis tak terbatas yang terdiri atas titik-titik dan semua titik itu terletak yang satu di luar yang lain. Waktu itu dianggap kuantitatif. Dengan demikian, waktu dapat diatur dan dibagi-bagi. Bergson menyebutnya temps (kata Perancis yang biasa untuk "waktu").
Tetapi waktu dalam arti lebih fundamental adalah dure (duration), "lamanya", yaitu waktu yang kita alami secara langsung. Itulah waktu menurut aspek subyektif-psikologis. "Lamanya" sama sekali tidak bersifat kuantitatif, tetapi pada hakikatnya merupakan kontinuitas, senantiasa mengalir terus secara tak terbagi. Kesadaran itu sendiri adalah  dure dan oleh karenanya tidak mungkin dilukiskan secara kuantitatif. Tidak mungkin memisahkan satu keadaan kesadaran dari keadaan-keadaan kesadaran lainnya.
Dari dure kemudian kita melihat tiga hal, yaitu insting, inteligensi, dan intuisi. Insting dan inteligensi (akal budi) dilukiskan oleh Bergson dalam hubungannya dengan alat-alat. Insting digambarkannya sebagai kemungkinan untuk mengadakan dan menggunakan alat-alat yang terorganisir, artinya alat-alat yang merupakan sebagian dari organisme (dengan kata lain organ-organ).Â