Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nilai Kehidupan, Bom Bunuh Diri, dan Sesat Pikir

29 Maret 2021   21:24 Diperbarui: 29 Maret 2021   21:35 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seseorang yang melakukan bom bunuh diri. Foto: internasional.kompas.com.

Saya sendiri masih bingung dengan isi kepala orang-orang yang nekat menghabisi nyawa sendiri dengan melakukan bom diri. Saya selalu bertanya dan bertanya. Kok senekat itu? Kok seaneh itu? Kok segila itu? 

Kenapa sampai nalar disumbat hingga tak lagi bisa berpikir? 

Kita dikandung, dirawat, dilahirkan, dibesarkan, diberi asupan makanan agar bisa hidup, diberi menu edukasi yang baik dengan bayaran yang mahal, dididik dengan segala upaya yang baik, dirawat agar jauh dari berbagai macam malapetaka dan penyakit agar bisa hidup. Agar bisa memberi kehidupan. Akan tetapi, toh masih ada orang yang tak menghargai hidup?

Kita tidak bisa membayangkan lagi bagaimana orang-orang dipengaruhi oleh gagasan, ideologi, iming-iming, atau harapan tertentu dengan menghabisi diri sendiri. Ada orang yang berusaha menolak hidup, mengutuk diri, atau apalah namanya. Bom bunuh diri. Untuk apa? Untuk alasan apa orang sampai berani melakukan hal-hal di luar nalar sehat kita.

Untuk mempertahankan gagasan, ideologi, opini, atau pengaruh tertentu, sejatinya bisa dilakukan dengan banyak cara. Kita mengenyam pendidikan, dididik dengan baik dalam keluarga, diberi asupan gizi pengetahuan melalui institusi pendidikan agar kita mampu mengaktualisasikan diri dengan baik. 

Kita diberi kemampuan akal budi yang baik agar mampu mengeja realitas secara sehat. Tapi, kok masih ada orang yang berperilaku sama sekali di luar nalar sehat sebagai makhluk berakal budi.

Peristiwa bom bunuh diri di gerbang Gereja Katedral Makasar adalah salah satu fenomen dimana nalar itu sendiri tak lagi bekerja. Bayangkan, di tengah usaha komunal untuk berperang melawan wabah mematikan virus korona, kok ada orang yang justru mengakhiri hidup dengan cara yang tak manusiawi. Kenapa tak manusiawi? 

Tak manusiawi karena cara mengakhiri hidup dengan mencacah diri sendiri, mencabik diri. Anehnya lagi, cara mengakhiri hidup dengan bom bunuh diri justru menuntut adanya korban. 

Kenapa tak sekalian kelompok yang merencanakan aksi bom bunuh diri itu sendiri yang ikut terlibat dan berani melakukan bom bunuh diri? Kenapa hanya satu yang mau bunuh diri dengan cara menggotong bom? Imbalannya apa? Harapannya apa?  

Salah selalu bertanya dalam hati kecil saya demikian: "Kenapa mereka yang direkrut untuk melakukan bom bunuh diri tidak meminta master mind dari aksi bom bunuh diri terlibat?" 

Jika ada mastermind di balik aksi bom bunuh diri, kenapa si mastermind ini tak berinisiatif untuk melakukan tindakan bom bunuh diri tanpa merekrut orang lain? Kenapa mastermind tidak mau melakukannya sendiri? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun