Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemerintah Perlu Dukung "Influencer" dalam Memperkuat Demokrasi

28 Januari 2021   12:31 Diperbarui: 28 Januari 2021   12:38 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peran. Sumber: influencerhubla.com

Fenomen kehadiran penggerak ruang media sosial (influencer) akhir-akhir ini memang mendapat perhatian khusus. Jauh sebelum pandemi Covid-19 menjarah dunia, peran influencer di ruang diskursus publik kian hari kian meningkat. Peran para influencer ini, dinilai mampu memperkuat perjalanan karakter demokratis sebuah bangsa. Hal ini, bahkan dibahas secara khusus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPR RI bersama dengan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dan Dewan Ketahanan Nasional di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/1/2020).

Bagaimana para influencer ini bisa muncul dan berkembang? Influencer, pertama-tama lahir bersamaan dengan kemajuan industri informasi dan teknologi. Perkembangan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan, tentunya membuat semua lini kehidupan berubah drastis. Ketika semua ruang gerak aktivitas manusia dialihkan ke sistem daring, banyak orang kemudian memanfaatkan media sosial sebagai ruang diskursus. Ruang diskursus tanpa border ini, jika diawasi dan dievaluasi secara kritis, maka ada begitu banyak manfaat yang bisa digapai. Akan tetapi, jika dibiarkan begitu saja, ada ketakutan besar bahwa pola diskusi publik yang dimotori oleh para influencer akan menciptakan destruksi masif dalam kehidupan bernegara.

Dalam RDP Komisi I DPR RI, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf menyoroti fenomena influencer sebagai sesuatu yang tak terpisahkan dari media sosial. Muzzammil Yusuf justru mengpresiasi kehadiran para influencer sebagai penyambung pesan. "Konkretnya, saya mengusulkan, untuk mereka (influencer) diberikan ruang, dipertemukan antara yang pro dan kontra dalam pendidikan Lemhannas. Tujuannya, agar mereka bisa berdebat secara sehat untuk memperkokoh negara demokrasi dalam bingkai Pancasila, UUD '45, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika," kata Muzzammil Yusuf seperti dikutip dari situs resmi DPR RI (www.dpr.go.id).

Di era disrupsi digital, pendidikan politik (politic education) memang wajib diberi ruang dan ditingkatkan. Kampanye ini merujuk pada data populasi warga negara dunia, tak terkecuali Indonesia, yang sebagian besar dilahap oleh Generasi Milenial. Pendidikan politik melalui ruang media sosial, sejatinya mampu melahirkan produk warga negara yang berwawasan, cerdas, kritis, kreatif, inovatif, dan juga humanis. Dengan melibatkan dan memberi wadah (ruang) khusus bagi para influencer, pilar-pilar kekuatan bangsa bisa dijaga dan mengalami transformasi sesuai dengan akselerasi zaman.

Sebagai contoh, di Hongkong, keterlibatan Generasi Milenial sebagai penggerak diskusi publik tak hanya memengaruhi dinamika sektor tertentu. Dari ruang diskusi virtual yang fleksibel, gagasan-gagasan konstruktif dan inovatif bisa membuka cakrawala kehidupan sosial yang membangun. Kehadiran aktor-aktor atau aktivis-aktivis muda di ruang media sosial membantu proses evaluasi hidup bernegara sebuah bangsa. Dengan mendalami diskursus pro-kontra di ruang virtual, poin-poin bernilai bisa diambil sebagai infrastruktur dalam menjaga keutuhan hidup bersama (common welfare).

Untuk itu, seharusnya ada upaya dari pemerintah untuk mewadahi peran para pegiat media sosial (influencer) ini dalam menjaga rotasi demokrasi saat dikandung zaman tertentu. Dalam konteks dinamika politik, peran influencer sangat berpengaruh. Pada Pilpres 2019, misalkan, ada diksusi pro-kontra yang melibatkan dua kubu pemenang pasangan calon (paslon). Suara para influencer dengan ruang kerja virtualnya saat itu, mampu membuka olahan gagasan segar yang nantinya bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam menelurkan kebijakan.

Kehadiran para influencer adalah tanda dari kemajuan hidup berbangsa dan bernegara. Mereka hadir tanpa busana instusional tertentu. Mereka hadir, tanpa pola komunikasi yang diborder. Mereka bebas berekspresi. Dan, kadang karakter kebebasan ini, mampu meruntuhkan premis mayoritas yang cenderung memonopoli berbagai kebijakan. Hemat saya, kehadiran para influencer harus menjadi kekuatan kita dalam menggerakkan motor demokrasi di zaman sekarang.

Ketersediaan wadah dan dukungan pemerintah untuk para influencer bisa hadir dalam bentuk pembinaan khusus. Misalkan, wadah laiknya Lemhannas memberi ruang diskursus bagi para influencer agar mampu berdebat secara sehat. Pendidikan ruang debat secara virtual ini, sewaktu-waktu bisa ditarik ke wilayah nyata. Ketika ditarik ke wilayah diskusi nyata, para pembina, pendidik, dan para senior baik di bidang politik maupun di bidang-bidang lain, bisa masuk untuk memberikan apresiasi atau on going formation. Kolaborasi ini, hemat saya mampu memberikan sumbangsih berharga, baik bagi kemajuan hidup berbangsa dan bernegara, maupun bagi ketahanan demokrasi.

Kehilangan apresiasi dan dukungan pemerintah, justru membuat para influencer jatuh pada dinamika diskursus tak sehat. Ketika para influencer dibiarkan sendiri, dengan sendirinya, arah dan watak debat publik di media sosial jadi kekuatan yang memecah-belah. Gagasan destruktif bisa saja mengudara dan memengaruhi kelompok-kelompok tertentu untuk bertindak tak sehat. Inilah ketakutan besar dari kehadiran sutradara dinamika ruang virtual bernama influencer.

Oleh karena itu, gagasan Anggota Komisi I DPR RI Al Muzzammil Yusuf , hemat saya, perlu diapresiasi sebagai bentuk langkah terbuka para pemangku kebijakan dalam mengevaluasi situasi dan dinamika sosial ruang virtual. Banyak orang, memang mengantisipasi kehadiran para influencer. Akan tetapi, reaksi antisipasi ini, kadang tak disertai pendekatan atau keterbukaan untuk bersuara. "Mau diapakan para influencer ini untuk kemajuan pabrik demokrasi kita?" Jika kehadiran para influencer dilihat sebagai peluang menanamkan pendidikan politik, hemat saya, rotasi hidup berbangsa dan bernegara dapat berkembang maju dan humanis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun