Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Stamina Imam Katolik di Masa Pandemi

16 Desember 2020   11:16 Diperbarui: 16 Desember 2020   11:24 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uskup menabiskan seorang imam. Sumber: bbc.com

Sebagai pengurus dan representan dari iman komunitas, imam menemukan dirinya dalam suatu relasi yang lebih intim dengan orang beriman lainnya. Akan tetapi, ia juga telah kehilangan privilese dan legitimasi jaminan yang dahulu pernah diperolehnya. Ia terpaksa menjadi bagian dari jemaat atas cara yang baru.

Fenomena kelesuan stamina para religius di abad ini adalah sesuatu yang patut dicurigai. Imam mengalami kelelahan rohani dan fisik. Banyak fenomena mengganjal dijumpai dalam tribun kehidupan imam zaman sekarang, diantaranya kurang produktif, cepat sekarat, dithabiskan untuk sakit, hijrah dari kehidupan membiara, tidak disiplin dan fenomena lain yang cukup ironis di mana imam mendapat kompensasi untuk menikmati tujuh sakramen -- imamat plus perkawinan.

Peristiwa trans-fenomenal ini memberi alarm mengenai track record mekanisme tanur penempaan para imam saat berada pada fase embrional-formasio. Refleksi untuk menggunakan spion -- melihat kembali koridor perjalanan formasi para calon dan imam -- menjadi kerangka evaluasi bagi setiap karakter dan kepribadian para imam post-thabisan.

Biasanya pasca penthabisan, para imam cenderung menjadi seorang kolektor -- barang-barang baru mulai ditunjukkan ke publik dan komunitas, mulai berulah atau memperlihatkan simptom-simptom keuzuran fisik. Di sini seorang imam dengan pelan berani menampilkan siapa dirinya sesungguhnya. Artinya, sikap malafide atau bad faith-nya semakin ditonjolkan.

Ia memproyeksikan keinginannya ke luar melalui sarana dan mulai meloncat dari kerangka disipliner komunitas, sekaligus ia sendiri takut akan rahmat thabisan dan kaul-kaul yang dipromulgasikan di depan publik. Setiap institusi religius memiliki sistem formasi yang berbeda-beda. Dalam dapur penempaan masing-masing, para calon imam dan pelayan nantinya, diformat sedemikian rupa sesuai dengan visi-prospektif para founder. Proses 'transfigurasi' pun terjadi pada tahap ini.

Setiap orang mulai menguliti karakter dan kepribadiannya yang purba dan mulai mengenakan stelan baru sesuai dengan kerangka espektasi institusi. Pengenaan manusia baru dalam fase penempaan selalu dialami oleh masing-masing calon imam sebagai sebuah tahap pemurnian motivasi dari tahun ke tahun. Dengan mekanisme kebebasan yang bertanggung jawab, para calon imam diberi kesempatan untuk menjadi pribadi yang disipliner dan produktif di kemudian hari.

Dengan kata lain, para formandi diberi ruang untuk menemukan unsur terpenting dari relasinya dengan Kristus. Maka, keterbukaan menjadi hal penting yang harus dihidupkan dalam proses formasi. Seorang calon imam dituntut untuk melepaskan topeng kemunafikan yang di saat sekarang cenderung menjadi pemicu jatuhnya para imam. Hal inilah yang menjadi salah satu ciri pemberian diri seorang calon imam untuk menjalani kehidupan membiara.

Fenomena imam keluar dari hidup membiara dan memilih menikah adalah konsekuensi dari kamuflase identitas dan eksistensi seorang calon imam. Ada semacam sikap malafide atau pembibitan bad faith dalam diri seorang formandi, yakni sikap menipu diri atau takut untuk mempertanggungjawabkan kebebasannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun