Langkah Presiden Joko Widodo membubarkan 10 Lembaga Negara Non-Kementerian adalah bagian dari proyek besar merampingkan sistem birokrasi di negara ini.Â
Langkah ini adalah sesuatu yang patut diapresiasi. Jokowi pelan-pelan membenahi gurita birokrasi yang selama ini kadang menghambat proses akselerasi berbagai kebijakan di Indonesia.
Dari informasi yang dihimpun dari laman Kompas.com, Jokowi membubarkan 10 Lembaga Negara Non-Kementerian melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 112 Tahun 2020.Â
Lembaga-lembaga yang dibubarkan, antara lain Dewan Riset Nasional, Dewan Ketahanan Pangan, Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura, Bandan Standarisasi dan Akreditasi Nasional-Keolahragaan, Komisi Pengawas Haji Indonesia, Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Badan Pertimbangan Telekomunikasi, Komisi Nasional Lanjut Usia, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, dan Badan Olahraga Profesional Indonesia.
Selama ini, lembaga-lembaga ini berdiri di luar ranah Kementerian. Hal ini, tentunya membuat proses pencapaian kebijakan untuk berbagai urusan menjadi tumpang-tindih.Â
Padahal, jika lembaga-lembaga ini langsung dikelola atau digabung bersama dalam satu atap Kementerian, mungkin proyek-proyek kebijakan tidak terlalu ruwet dan lama. Apa yang terjadi selama ini adalah lembaga-lembagai ini diperhitungkan secara terpisah dari kop organisir Kementerian.
Menurut Presiden Joko Widodo, alih fungsi dan institusionalisasi lembaga-lembaga ini akan direkatkan di bawah atap pemerintah melalui Kementerian.Â
Sebagai contoh, Dewan Riset Nasional yang dibentuk pada tahun 2005 akan dialihkan ke Kementerian Riset dan Teknologi; Dewan Ketahanan Pangan yang dibentuk tahun 2006, akan dialihkan ke Kementerian Pertanian, dan Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura yang dibentuk tahun 2008, akan dialihkan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Perhubungan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing.
Jokowi menilai bahwa urusan birokrasi untuk masa kepemimpinannya pada periode yang kedua adalah merampingkan birokrasi dan sembelit regulasi. Ini semua, dilakukan demi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan urusan pemerintah.Â
Bagi Jokowi, tata kelola penyederhanaan regulasi dan kebijakan menjadi penting mengingat ada begitu banyak individu, kelompok, atau lembaga manapun yang ingin mendapatkan hak izin tertentu dari pemerintah. Akan tetapi, dengan adanya polarisasi dan peran terpisah dari lembaga yang ada, individu, kelompok, atau lembaga demikian, justru dipersulit.
Gurita birokrasi pada dasarnya menciptakan obesitas regulasi. Ketika sebuah wadah urusan pemerintahan dipisahkan dari yang lain -- dengan berbagai badan atau cabang institusi yang ada -- otomatis, beban urusan juga akan membengkak.Â