Selain dijuluki negara +62, Indonesia juga disemat julukan lain, yakni negara wkwkwkwkwkw (baca: waka-waka). Julukan ini dipelopori netizen (terutama orang asing), mengingat cara ketawa orang Indonesia yang unik saat dalam percakapan daring. Untuk percakapan yang kurang jelas pun reaksi wkwkwkw tetap ditunjukkan.
Wkwkw itu soal tawa. Tawa adalah salah satu jenis terapi saat pandemi. Di saat orang mondar-mandir mencari angin segar di luar rumah, kami justru memproduksi alat pelindung diri (APD) dengan bahan baku materi joke dan tingkah-tingkah konyol serta geli. Agar tetap produktif di tengah pandemi, rawatlah jenaka! Itu sih yang bisa dibuat.
Cerita sebenarnya begini. Seorang teman yang duduk bersebelahan dengan saya, tertawa terpingkal-pingkal. Bahkan dalam waktu tiga menit, ia tak berhenti tertawa.Â
Sambil memegang samsung, ia menggeleng-gelengkan kepala usai menyaksikan salah satu video kocak di kanal YouTube. Jarang sahabat saya ini tertawa, apalagi dengan level ekstrim sampai tidur-tiduran di lantai.
Di balik layar samsung yang dipegang, hiburan IniTalkShow yang dipandu oleh Sule dan Andre sungguh-sungguh merobohkan ketegangan. Rasa jenuh hilang. Lepas bebas. Kami tengah merawat jenaka. Bukan cuman merawat, tetapi mengkonsumsi konten jenaka. Di saat sekarang, perbanyak tawa daripada berspekulasi soal korona dan antek-anteknya.
Rupanya bukan cuman kami yang getol merawat jenaka di tengah pandemi. Di beberapa Rumah Sakit, para perawat yang lelah, jenuh, mumet, capek, tegang, justru menterapi diri dengan tingkah kocak, geli, lucu, dan konyol. Semuanya dilakukan demi memulihkan tenaga dan semangat. Biar semangat, para perawat dan petugas medis merawat jenaka.
"Lucu sekali!", kata teman saya sambil mengusap air mata. Ia tertawa hingga mengeluarkan air mata. Air mata bahagia. Tawa itu sebenarnya haram untuk saat ini. Soalnya di tengah musibah.
Tapi, bagi kami, tawa itu alat pelindung diri (APD). Kami takut. Takut kalau usai mengurung diri dalam rumah, kos, kontrakan, kami justru menjadi bisu. Maka, rawatlah jenaka!
Saya sungguh memahami situasi yang melatarbelakangi teman saya. Kami sama-sama bertolak dari rasa jenuh yang kemarin periodenya diperpanjang hingga awal Juni.Â
Biasanya, agar tidak terus-terusan dipasung rasa jenuh, kami keluar rumah dan mencari tempat ngombe terdekat. Sekarang, kami tak lagi menemukan tempat ngombe atau tempat untuk sekadar nongkrong. Semuanya ditutup karena pandemi dan puasa.
Akhir-akhir ini, situasi memang cukup tegang, menakutkan, dan serba gak jelas. Akan tetapi, kita bersyukur karena masih ada orang-orang yang getol menghadirkan menu jenaka yang habis ditawa. Ketika semua pada hiruk-pikuk mau buat apa dengan terus-terusan di rumah, konten-konten jenaka menawarkan diri untuk disantap.