Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

"Pandemi Kata" Jelang Kampanye Daring

29 September 2020   23:19 Diperbarui: 1 Oktober 2020   00:21 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kampanye online peserta pemilu. (sumber: StunningArt via kompas.com)

Di Indonesia, izin kampanye daring dalam kontestasi politik dengan kekuatan hukum, pertama kali dilakukan tahun ini. Tentunya, hal ini dilakukan mengingat bahaya kampanye tatap muka dengan kerumunan massa adalah masalah krusial dan utama saat ini. Kampanye dengan metode daring, hemat saya, merupakan hasil dari setting ambisi menguasai. Kemarin 'kan sempat dipersoalkan.

Toh semuanya tak mau kalah dan tak mau rendah hati. Apapun yang terjadi, mau pandemi, mau jumlah pasien positif meningkat, tetap gaspol. Hanya satu yang mungkin bisa membantu ajang pilkada tahun ini biar tak jadi kluster baru penyebaran Covid-19. Hal itu tidak lain adalah dengan mengingatkan. Jika tak terus-terus diingatkan, parpol, paslon, dan tim kampanye justru kontra-life.

Apa yang perlu dipersiapkan oleh parpol pendukung, paslon, dan tim kampanye tahun ini adalah "upgrade" followers, perbanyak teman di facebook, buat lebih banyak akun media sosial, sering-sering kunjung kanal youtube, twitter, dan buat grup whatsapp-facebook. Pokoknya download aplikasi sebanyak-banyaknya. Alat-alat kampanye ini tidak mentransmisi Covid-19. Persiapkan!

Jika para paslon pilkada tahun ini adalah generasi milenial, tentunya berita kampanye daring menjadi satu poin tambahan yang bakal digunakan selama berkompetisi. 

Dari data jumlah pasangan calon yang ada, yang maju justru kebanyakan generasi "baby boomers" yang notabene kurang melek sama teknologi. 

Maka, siap-siap teman-teman generasi milenial banjir permintaan. Minta dibuatin meme, stiker paslon, hingga caption-caption menarik selama masa kampanye.

Hal yang perlu didalami dari kampanye daring ini adalah soal kepemilikan akun-akun, baik medsos maupun daring. Akun noname atau palsu kadang menimbulkan kericuhan dan pandemi perang kata di media sosial. Kita tidak bisa lagi mengontrol aksi massa di media sosial. Semuanya bersuara, semuanya menjadi yang paling benar. Ini salah satu watak warga daring ketika berceloteh.

Selama 70 hari ke depan, para paslon dan tim kampanye perlu perbanyak data seluler. Aktivitas massa dan dinamika kampanye hanya bisa diketahui jika ada data dan ia terhubung. 

Jika tidak, paslon dan massa pendukung "disconnected." Kita lihat bagaimana riuh dan hebohnya kampanye dengan metode daring. Jangan lupa hastag viral jika ingin kampanye daring.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun