Mohon tunggu...
Kristian Pratama
Kristian Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - KARYAWAN SWASTA

MENJADI SEORANG PROPESIONAL

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Regulasi Komunikasi Digital Terkait Fenomena Kampanye Pilpres di Media Sosial

20 Februari 2024   18:36 Diperbarui: 20 Februari 2024   18:39 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah menemukan 16.634 pelanggaran kampanye pada Pemilu Serentak 2019 (Dwiputrianti, 2019), yang menunjukkan adanya permasalahan di tataran legal culture. Data menunjukkan bahwa banyak pengurus partai politik tingkat kabupaten/kota dan peserta perseorangan calon DPD tidak memanfaatkan alat peraga kampanye (APK) yang difasilitasi oleh negara yang dilakukan melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sedangkan Tim Kampanye Capres dan Cawapres 16 tidak mematuhi aturan terkait jumlah dan waktu pemasangan APK.

Menurut Bawaslu, regulasi kampanye politik di media sosial masih menjadi permasalahan yang harus diatasi. Kampanye politik di era digital telah membuka peluang untuk terjadinya kontradiktif antara kebebasan berekspresi dalam mengemukakan pendapat dengan faktor keamanan serta kriminalisasi pencemaran nama baik. Dari sisi kampanye, media sosial telah menjadi alat kampanye yang berbiaya murah dan tepat sasaran. Namun, media sosial juga menjadi tempat untuk melakukan hoax, black campaign, hate speech, dan sebagainya. Dengan banyaknya laporan media sosial yang memiliki, Bawaslu menemukan banyak pelanggaran kampanye di media sosial (Doly, 2020).

Data menunjukkan bahwa dari kalangan pengurus partai politik tingkat kabupaten/kota dan peserta perseorangan calon DPD, banyak yang tidak memanfaatkan APK yang difasilitasi oleh negara yang dilakukan melalui KPU, yaitu dengan tidak mengambil APK yang telah dicetak oleh KPU. Sedangkan Tim Kampanye Capres dan Cawapres 16 tidak mematuhi aturan terkait jumlah dan waktu pemasangan APK. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak peserta kampanye yang tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh KPU.

Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang tepat untuk mengatur kampanye politik di media sosial dan kampanye politik secara umum. Regulasi yang dibuat harus sesuai dengan hukum dan konstitusi yang berlaku serta dapat menjamin kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia. Regulasi juga harus dapat mengikuti perkembangan teknologi yang cepat dan mengatasi risiko keamanan dan privasi dalam penggunaan media sosial. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya regulasi  dalam kampanye politik di media sosial dan risiko yang dapat ditimbulkan dari penggunaan media sosial yang tidak bertanggung jawab juga menjadi solusi yang penting. 

Selain itu, meningkatkan kerjasama antara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), KPU, dan pihak keamanan dalam mengatur kampanye politik di media sosial serta meningkatkan kualitas regulasi dengan melibatkan ahli hukum, ahli teknologi, dan masyarakat sipil dalam proses pembuatan regulasi juga menjadi solusi yang efektif.

Dalam upaya menjaga integritas pemilu di era digital, diperlukan kesadaran warga negara dalam berkontribusi aktif dengan adanya distribusi data pelaporan. Bawaslu mengacu kepada dua regulasi dalam menangani laporan pelanggaran pemilu, yaitu Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 7 Tahun 2018 tentang penanganan temuan dan laporan pelanggaran pemilu dan Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 8 Tahun 2020 tentang penanganan pelanggaran Pemilihan Gubernur Bupati, dan Walikota (Nomor, 2018).

Pada dasarnya, semua teknologi informasi memiliki risiko jika tidak direncanakan dengan matang, tidak dibangun secara transparan dan inklusif, dan tidak dioperasikan sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, diperlukan panduan penerapan teknologi pungut-hitung di pemilu untuk memastikan pemungutan suara yang aman dan menjaga integritas pemilu. Panduan ini mencakup manfaat dan risiko teknologi pungut-hitung, sertifikasi teknologi informasi dalam pemilu, dan inisiatif masyarakat sipil dalam mendorong pemahaman lebih baik terkait pemilu dan demokrasi.

Dalam kampanye pemilu, metode kampanye bisa dilakukan melalui rapat umum, kampanye door- to-door (langsung), pemanfaatan media massa, hingga penerapan kampanye digital (digital campaign). Kampanye media digital dapat dijadikan metode yang ampuh untuk meningkatkan visibilitas di mesin pencarian dan melibatkan banyak platform dan strategi pendukung yang bervariasi. Namun, kampanye media digital memiliki tingkat persaingan yang tinggi dan membutuhkan pengawasan rutin oleh spesialis.

Dampak, Tantangan, dan Solusi Regulasi Komunikasi Digital dalam Fenomena Kampanye Pilpres

Regulasi komunikasi digital dalam fenomena kampanye pilpres memiliki dampak, tantangan, dan solusi yang penting untuk menciptakan kondisi yang lebih bersih, transparan, dan demokratis dalam proses kampanye politik (Diniyanto & Sutrisno, 2022).

Dampak

  • Dampak Positif:
  • Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam kampanye politik di media sosial.
  • Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu.
  • Meningkatkan kualitas informasi yang disajikan dalam kampanye politik.
  • Dampak Negatif:
  • Meningkatkan risiko terjadinya sensor dan pembatasan kebebasan berekspresi.

    • Meningkatkan risiko terjadinya penyebaran hoaks, black campaign, hate speech, dan sebagainya.
    • Meningkatkan risiko terjadinya kriminalisasi pencemaran nama baik.
  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun