Mohon tunggu...
Kristian Ndori
Kristian Ndori Mohon Tunggu... Dosen - Menulis tentang sastra dan sejarah.

Membaca dunia dengan gayung Kiri.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mengamati Lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo

27 Agustus 2023   21:54 Diperbarui: 27 Agustus 2023   23:06 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar pukul dua siang hari ini  27 Agustus 2023 saya menyempatkan waktu untuk berkunjung ke Wisata Lumpur Lapindo yang berada di kecamatan Porong, kabupaten Sidoarjo. 

Sebelumnya saya berkunjung ke rumah saudara saya yang telah menempuh kehidupan baru pada sabtu kemarin. Dalam perjalanan pulang saya menoleh ke-kiri ada sebuah tulisan besar "Wisata Lumpur Lapindo" yang memicu rasa ingin tau saya seperti apasih kondisinya saat ini. 

Membelok dan menepi perlahan untuk  memarkir sepeda motor. Disana tempat untuk parkir juga terbilang cukup amburadul. Jadi semacam kita parkir di pinggiran neraka. 

Sepeda motor merasa ketakutan dan terancam. Bukan karena kurang pengawasan petugas parkir tapi lahan parkir yang berada dibawah lokasi semburan lumpur tepat di pingiran jalan raya Surabaya -- Malang. Bayarnya pun sangat mahal -- sepuluh ribu rupiah. Mungkin investasi pengembalian modal bagi sepihak. 

Ketika menaiki tangga pembatas jalan saya langsung disamperin oleh bapak-bapak yang bisa dibilang petugas jaga dilokasi itu. Dia menyapa dan menembak percakapan basa-basinya kepada saya -- sangat ramah sekali. 

Saya melihat betapa luasnya lautan lumpur itu yang sebagiannya sudah ditutupi dengan tanah, iya semacam sebuah upaya sia-sia. Karena diujungnya masih sangat kencang semburan uap ringan yang muncul. Seperti pada foto saya dibawah ini. Iya, asapnya cukup tebal.

Sejam lamanya saya menatap luasnya lautan lumpur itu. Saya membayangkan tentang bagaimana dengan bangunan rumah, tanaman dan sawah ladang yang dihanguskan akibat pengeboran yang dilakukan oleh pihak  PT Lapindo Brantas yang merupakan bagian dari Bakrie Group. 

Sungguh sebuah kejadian yang tidak bisa dilupakan bagi warga sekitarnya sejak 2006 silam. Iya, karena pada 18 Mei 2006 Lapindo Brantas melakukan pengeboran pertama yang mencapai 8.500 kaki, kemudian 11 hari mendatang terjadilah semburan panas itu tepatnya di tanggal 29 Mei 2006. 

Juga sudah dikatakan baik dari Walhi maupun KLHI bahwa lumpur ini sangat berbahaya yang menyebabkan dibuatnyalah tanggul diatas tanah milik masyarakat karena lumpur itu mempunyai volume yang sangat besar yang membuat beberapa lahan tetangga berimbas daripada dampaknya yang semakin meluas. Bayangkan ada 16 desa di tiga kecamatan (Porong, Jabon, Tanggulangin) yang digenangi lumpur. 

Juga dampaknya hingga ke beberapa sekolah dan markas Koramil Porong. Tidak sedikit warga yang mengungsi kurang lebih sekitar 25.000 jiwa dan 8.200 jiwa yang dievakuasi oleh pihak medis. Semuanya sempat mengalami krisis identitas karena Kartu Tanda Penduduk yang mereka gunakan sudah tidak bisa digunakan lagi karena desa-nya sudah hilang. 

Adapun  sekitar 10.000-an lebih rumah yang terendam lumpur dan 77 rumah ibadah pun ikut disirami. Dan masih banyak tempat-tampat lainnya yang seketika hangus. Ini belum termasuk lahan pertanian dan hewan-hewan yang ada disekitaran desa itu. Dan saya masih ingat betul dengan kemacetan di jalan tol Surabaya -- Gempol yang saat itu ditutup sementara kisaran 6 kilometer panjangnya. Dan ini macetnya benar-benar parah. 

Berimbas dari meledaknya pipa gas Pertamina yang juga dampak dari penurunan tanah karena tekanan dasyat dari Lumpur Lapindo sepanjang 2,5 kilometer. Hal ini sangat kacau dan pihak perusahan Lapindo Brantas mengatakan sudah menyisihkan dana darurat penanggulangan lumpur sekitar 665 Miliar. 

Iya, walaupun sudah ada upaya yang menghabiskan banyak uang tapi tidak akan bisa berhasil karena semburan lumpur aktif setiap harinya. Mungkin saat ini masih musim panas, apabila musim hujan yang panjang tiba pastinya tanggul itu akan penuh karena campuran air hujan dan lumpur yang tertampung. Apakah akan meluap? Iya, jelas akan meluap dan membanjiri jalanan dan kampung-kampung sekitar. 

Harus kita ketahui bersama bahwa proyek yang dilakukan untuk menghentikan semburan lumpur itu adalah sia-sia dan buang-buang uang. Iya walaupun dasar hukum Undang-undang cipta kerja dalam kasus ini bahwa perusahan Lapindo Brantas Inc dan Pemerintah-lah yang pastinya bertanggung jawab namun hingga saat ini belum ada tanggung jawab mutlak.

Perkiraan luas semburan lumpurnya sekitar 1 juta hektar lebih, dan lumpurnya dialihkan ke Selat Madura seperti yang dikabarkan Tempo.co pada 2006 lalu. Sungguh sangat meresahkan.

 Juga  @antaranews.com mengatakan bahwa kejadian ini dikategorikan sebagai bencana alam, namun saya dan masyarakat tentu tidak akan percaya. Karena alam tidak akan marah jika tidak diganggu. 

Toh karena ada pengeboran sumur itulah yang menyebabkan rasio lumpur tergeser didalam perut bumi, kan kejadiannya bersamaan dengan pengeboran. Masa iya dikatakan "Bencana Alam". Itu kan malapetaka sandingan kesalahan yang dibuat oleh BPMIGAS melalui Lapindo Brantas kemudian ditunjuk lagi oleh Lapindo Brantas dengan menggunakan jasa perusahan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Masa iya bencana alamnya kok milih-milih tempat? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun