Mohon tunggu...
Dongeng

Asal-usul Banyuwangi

6 Februari 2016   11:26 Diperbarui: 6 Februari 2016   12:06 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahulu kala, hiduplah  seorang raja yang gagah perkasa serta bijaksana yang memerintah  di kawasan ujung timur Provinsi Jawa Timur. Raja ini memiliki seorang putra bernama Raden Banterang yang gemar sekali berburu ke hutan. Suatu ketika, dia memerintahkan  pengawal dan prajuitnya  untuk berburu. Setelah sampai di tengah hutan, Raden Banterang berburu sendirian dengan mengendap-endap. Tiba-tiba seekor kijang lewat di depannya dan akhirnya dia mengejar kijang itu. Tidak di sangka, dia mengejar tanpa tahu arah dan tujuan, dia masuk jauh ke dalam hutan dan terpisah dari rombongan prajurit yang menemaninya.

Sang Raden terus mencari sambil berdialog dengan dirinya  sendiri.
“Kemana kijang liar tadi? “ gumannya. “Aku harus mendapatkan kijang itu sebagai buruanku” tekadnya.Lelah dalam pencariannya yang tak kunjung berakhir, dia gagal mendapatkan kijang tadi. Dia melihat ada sebuah sungai yang jernih airnya. Dia minum air sungai di tengah hutan itu sembari menghilangkan dahaganya. Setelah itu, dia memutuskan untuk kembali mencari rombongannya. Namun, tidak jauh dari sungai itu, dia bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita.

Raden Banterang terkejut dan berguman dalam hatinya tentang siapakah gadis ini? Apakkah dia seorang manusia atau penunggu hutan di sini? Sang Raden memberanikan diri untuk bertanya kepada sang gadis. “Siapakah engkau wahai gadis? Apakah engkau manusia? Ataukah engkau adalah penunggu kawasan hutan ini?” tanya sang Raden. “Tidak, saya adalah manusia. Nama saya Surati dari kerajaan Klungkung “ jawab sang gadis. “Lalu mengapakah engkau sendirian di hutan belantara ini?” tanya Raden lagi. “Saya hanya menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dan tidak mampu mempertahankan tahta dan mahkotanya.” jawab Surati. Mendengar ceritanya, Raden Banterang merasa iba dan mengajak Surati  ikut pulang  bersamanya.

Kecantikan Surati tak tertandingi oleh sapapun. Ditambah dengan kebersamaan  kini telah menumbuhkan bibit-bibit cinta dalam diri mereka. Ada rasa saling memiliki dalam diri mereka, akhirya  Raden Banterang melamar Surati dan menjadikannya permaisuri.

Sutau hari, Surati sedang berjalan-jalan sendirian di tengah taman. “ Surati! Surati! Surati!” suara pria dengan pakaian compang-camping dari arah berlawanan. Surati pun memperhatikan dengan seksama pria tersebut dan akhirnya dia sadar bahwa pria tersebut adalah kakak kandungnya Rupaksa. Tujuan kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak Surati bekerja sama untuk membunuh Raden Banterang suaminya. Dia memberitahi Surati bahwa yang membunuh ayahanda mereka adalah suami Surati. Rupaksa ingin balas dendam atas kematian ayahnya. Namun, Surati menolak ajakan kakak kandungnya karena dia diperistri oleh Raden Banterang  untuk membalas budinya. Rupaksa sangat marah mendengar jawaban adiknya tersebut lalu dia pergi. Namun, sebelum dia pergi, dia sempat memberikan ikat kepalanya kepada Surati.

Surati dan Rupaksa berjumpa tanpa sepengetahuan Raden Banterang karena pada saat itu sang Raden sedang berburu di hutan. Tiba-tiba, ketika sang Raden sedang berburu, pria dengan pakaian compang-camping tersebut menampakkan dirinya kepada Raden Banterang. Dia berkata bahwa sang Raden harus berhati-hati karena istri sang Raden sedang merencanakan pembunuhan untuk membunuh Raden atas kematian ayahnya. Dia telah meminta bantuan kepada pria yang memiliki ikat kepala. “ Jika Raden bersedia, silahkan periksa ikat kepala yang berada di tempat peraduannya. Itu adalah bukti dari perencanaan pembunuhan Tuan oleh istri Tuan.” Katanya. Dengan sekejab pria itu menghilang secara misterius.

Raden Banterang memerintahkan rombongan untuk kembali ke istana. Sesampainya di istana, dia langsung menuju ke tempat peraduan istrinya dan berhasil menemukan sehelai ikat kepala. Melihat hal itu, sang Raden marah besar dan menuduh Surati telah merencanakan pebunuhan atas dirinya. Terjadilah pertengkaran hebat diantara mereka berdua. Surati berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dia menolak permintaan kakaknya untuk bekerja sama dengannya utnuk membunuh Raden. Namun, sang Raden tetap pada pendiriannya.

Raden Banterang ingin menenggelamkan Surati kedalam sungai sebelum Surati mencelakainya. Surati menceritakan pertemuannya dengan kakak kandungnya. “ Yang ingin mencelakakan Kakanda adalah kakak Adinda,  Adinda menolak ajakan kakak Adinda karena Adinda menyayangi Kakanda” ucap Surati. “ Adinda rela mati demi Kakanda” imbuhnya. Namun, Raden Banterang tetap teguh pendiriannya.

Hati Raden tak kunjung mencair, malah semakin membeku dan kemarahannya semakin menjadi-jadi. “Baiklah, Adinda bersumpah. Jika air sungai ini menjadi jernih dan harum baunya, artinya Adinda tidak berdusta. Namun jika air sungai ini menjadi keruh dan busuk baunya, itu artinya Adinda berdusta.” sumpah Surati.

Raden Banterang tak juga menghentikan kemarahannya, justru dia menusuk Surati dengan keris saktinya. Di saat yang bersamaan, Surati terjun ke dalam sungai dan menghilang. Tak lama setelah kejadian itu, air kali itu menjadi jernih dan bau harumnya merabak ke sekitar sungai. Melihat hal ini, Raden Banterang sangat menyesal telah membiarkan Surati istrinya menjadi korban atas kebodohannya.

Sejak saat itu sungai itu terus berbau harum. Dalam bahasa jawa disebut dengan istilah Banyuwangi. Banyu yang artinya air dn wangi yang berarti harum. Dan sejak peristiwa tersebut, daerah sekitar sungai itu dimanai dengan daerah Banyuwangi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun