“Gapailah mimpimu,nak. Ini adalah hasil kerja kerasmu selama ini. Jangan bimbang dan takut. Ibu akan baik-baik saja disini” kata ibu memotivasiku.
Mendengar hal itu, aku semakin mantab menuntut ilmu di negeri seribu tulip tersebut. Aku tidak ingin membuat ibu kecewa. Aku akan berjuang disana.Aku punya waktu satu minggu untuk bersiap-siap sebelum aku berangkat ke Belanda. Ibu membantu menyiapkan seluruh perlengkapanku, mulai dari pakaian, perlengkaan mandi, buku, dan perlengkapan lainnya yang akan aku bawa. Aku tidak tahu mengapa akhir-akhir ini ibu sangat memanjakanku, apapun yang aku minta selalu dia berikan. Dan persiapan terakhir adalah mentalku. Aku harus benar-benar siap dengan kehidupan baru yang akan aku hadapi tanpa ibu.
Satu hari sebelum berangkat, aku mendapat kiriman sebuah tiket pesawat dari pihak kampus yang ku terima lewat e-mail. Tidak ku sangka, aku akan pergi ke negeri orang dan duduk di bangku pesawat yang nyaman. Aku terus membayangkan semua itu sampai tertidur. Dan malam itu, aku tidur brsama ibuku tercinta.
Fajar kembali merekah dan sinarnya membangunkanku dari tidur indahku. Aku melihat kesisi ranjang yang lain, ibu sudah tidak ada di sampingku. Aku mncarinya dan ternyata dia sedang menyiapkan sarapan. Kami pun sarapan bersama-sama. Aku melihat jam yang melekat di diding atas lemari, waktu telah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Aku bergegas ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat.
Semua telah beres, aku keluar dari kamar dan melihat ibu sedang duduk di atas kursi ruang tamu. Dia memandangku sambil tersenyum seolah menyembunyikan kesedihannya dariku. Matanya menatapku penuh harap. Dia memberiku sebuah switer merah muda yang sangat manis. Sontak aku langsung memeluknya erat. Aku berkata kepadanya bahwa aku akan baik-baik saja. Aku memohon restu darinya. “ Aku sayang ibu” merupakan kata terakhir yang ku ucap sebelum berangkat. Aku pergi ke bandara seorang diri karena ibu tidak bisa mengantarku. Sesampainya di bandara, aku mencari pintu pesawat yang akan aku tumpangi. Seorang pramugari meyambutku dengan ramah dan mengantar ke kursi yang akan aku tempati.
Tujuh jam perjalanan yang ku tempuh telah kulewati. Untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di negeri tersebut. Aku melihat disekeliling nampak luarbiasa. Aku menatap wajah-wajah baru yang terlihat berbeda dengan orang-orang yang tidak pernah ku temui sebelumnya. Dari satu sisi, aku melihat seorang pria berwajah oval dan berpigmen putih menghampiriku dengan membawa sebuah poster bertuliskan “ Alen from Indonesia”. Dia memperkenalkan dirinya kepadaku. Rupanya dia adalah salah satu pihak kampus yang diminta untuk menjemputku disini. Namanya adalah Stevan Bills. Dia memintaku untuk mengikutinya dan mengajakku untuk makan bersama. Setelah itu, kami pergi ke asrama yang akan menjadi tempat tinggali nanti dengan menyewa sebuah taksi.
Satu jam terasa singkat karena aku dimanjakan dengan semua miniatur dan tata bangunan di sepanjang perjalanan. Itu luar biasa. Setelah sampai, aku melihat bangunan balok minimalis. Betul, itu adalah sebuah asarama, suatu tempat yang akan menjadi saksi bisu perjalan hidupku yang baru. Dedaunan pohon melambai-lambai seolah menyambut kedatanganku. Tuan Steven mengenalkan ku kepada seorang wanita cantik berambut pirang. Namanya adalah Jane. Jane mengantarku ke kamar yang telah disiapkan untukku. Dia memberiku sebuah kunci dan memintaku membuka pintu kamarku. Perlahan aku membukanya dan terkagum dengan komposisi kamar yang manis dengan penataan yang ringan. Jane membantu membawa barang-barang bawaanku ke dalam kamar dan memberiku nomor ponselnya. Dia ingin aku menghubunginya ketika aku membutuhan sesuatu. Dia berpamitan dan meminta ku untuk beristirahat.
Namun, aku ingin membereskan semua barang terlebih dahulu sebelum aku beristirahat. Setelah itu aku ingin membersihkan tubuhku. Air di kamar mandi ini sangat dingin. Akupun bergegas untuk memakai pakaian dan beranjak untuk tidur. Aku dimajakan dengan ranjang yang nyaman dengan balutan selimut yang hangat. Setelah beberapa jam aku tertidur, aku terbangun. Aku ingin memberi kabar kepada ibu bahwa aku telah sampai dengan selamat. Aku mengirim sebuah e-mail kepada ibu dan dia pun membalas e-mail dariku dan selalu memberikan semangat kepadaku.
***
Jane mengirim sebuah pesan kepadaku bahwa aku harus segera menyelesaikan ospek terlebih dahulu sebelum aku benar-benar kuliah. Kegiatan itu akan dilaksanakan besok pukul delapan pagi. Aku harus bersiap untuk itu semua. Jujur saja, aku takut dengan semua hal baru yang harus aku lakukan di kemudian hari. Aku takut tidak bisa melakukannya dengan baik. Aku tahu, keputusan yang aku ambil tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Aku juga sangat paham bahwa akan banyak sekali tantangan yang akan menyambutku. Aku hanya bisa berharap dengan semua imanku pada Tuhan. Aku percaya, Tuhan akan bekerja di dalamku.
Hari pertama ospek, banyak sekali agenda yang akan aku kerjakan. Aku harus ekstra beradaptasi disini. Aku mengenal banyak teman-teman baru dengan beragam karakter. Salah satunya adalah Chirst. Seorang gadis yang sangat baik dan ramah. Dan ternyata kamarku dan kamar Chirst bertetangga. Kita menjadi akrab semenjak aku dan Chirst satu kelompok saat bermain game di ospek kita. Hari kedua, semua peserta ospek mendapat materi dan harus dikerjakan hari itu juga. Aku mulai kuwalahan dengan semua tugas yang diberikan. Hari ketiga, kempat dan seterusnya selalu seperti itu.