Tepat pada tanggal 21 April, seluruh masyarakat Indonesia merayakan Hari Kartini.
Seperti sudah banyak dikenal, Raden Ajeng Kartini adalah pelopor emansipasi wanita yang berasal dari Jepara, Jawa Tengah. Kebiasaannya berkorespondensi dengan sahabat penanya dari luar negeri membuat tulisan-tulisannya dikumpulkan dalam bentuk buku yang kini terkenal dengan Habis Gelap Terbitlah Terang.
Untuk memperingati hari lahirnya yang jatuh pada 21 April kemarin, banyak tulisan dan artikel yang mengupas tentang sosok Kartini. Tak terkecuali artikel yang saya temukan di The Jakarta Post. Artikel yang ditulis oleh Vissia Ita Yulianto, ─mahasiswi doktoral di Jerman─ itu berjudul: Is Celebrating Kartini’s Day Still Relevant Today?
[caption id="attachment_411775" align="aligncenter" width="150" caption="sumber: the jakarta post"][/caption]
Bukan, bukan isi artikelnya yang hendak saya komentari. Artikel ini sudah sangat bagus mengupas tentang peringatan Hari Kartini. Saya hanya ingin membahas tentang bahasa, khususnya frasa yang digunakan dalam artikel ini. Sebagai insan yang cukup peduli dengan bahasa (hahaa), saya merasa gelisah. Sebenarnya, mana yang tepat, Kartini day atau Kartini’s day?
Pertanyaan yang terus nggantung di otak saya adalah, manakah yang benar? Kartini yang diikuti apostrof ‘s atau yang tidak? Merasa ‘terganggu’ dan penasaran, saya pun berusaha mencari beberapa referensi di internet. Telusur punya telusur. Akhirnya daku pun sampai ke pada satu kesimpulan.
----------
Dalam bahasa Inggris, apostrof yang ditambahkan dengan huruf S (selanjutnya ‘s) digunakan untuk menyatakan kepemilikan. Misalnya:
• Buku milik Andi = Andi’s book
• Rumah milik Nana = Nana’s house
Sebagai pengecualian, huruf S setelah apostrof bisa dihilangkan jika nama subjek memakai huruf belakang S. sebagai contoh: