Mohon tunggu...
Kris Setya Lestari
Kris Setya Lestari Mohon Tunggu... -

yang pada awalnya indah pasti berakhir dengan airmata .

Selanjutnya

Tutup

Politik

Adakah Pemimpin Memimpin dengan Cinta?

2 Mei 2013   22:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:13 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbagai kasus korupsi belakangan ini menunjukan kita krisis cinta kepada pemimpin, rakyat di negara mana pun menginginkan pemimpin menjadi kepercayaan dan mengabdi kepada kepentingan rakyat bukan hanya kepentingannya sendiri.

Sebenarnya pemimpin yang melayani rakyai itu mahal, ia tak harus pandai dengan sederet gelar dan tidak perlu jago berorasi apalagi bersilat lidah, kuncinya adalah pemimpin yang adil yang memimpin dengan penuh cinta dan kasih saying kepada rakyatnya.

Proses menjadi pemimpin yang diwarnai oleh transaksi antara yang memilih dan yang dipilih, maka nuansanya tak ubahnya orang di pasar. Hubungan antara rakyat dan pemimpin mirip dengan penjual dan pembeli. Tatkala masih terjadi tawar menawar, antara keduanya kelihatan saling mendekat. Akan tetapi ketika barang yang diperjual belikan itu sudah jatuh ke tangan pembeli dan sejumlah harga sudah dibayar, maka hubungan itu menjadi putus dengan sendirinya. Begitu pula hubungan pemimpin dan yang dipimpin, tatkala transaksi sudah terjadi, maka hubungan itu juga menjadi putus.

Untuk mengembalikan agar pemimpin dicintai oleh rakyatnya, maka tidak ada cara lain kecuali memperbaiki hubungan antara keduanya kembali. Hubungan transaksional harus diubah lagi menjadi hubungan pemimpin dan rakyat atas dasar ketulusan, keikhlasan, ketauladanan, kasih sayang, dan serupa itu lainnya. Pemimpin memang harus memiliki kelebihan yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Kebutuhan itu tentu bukan saja yang bersifat material, melainkan justru yang bersifat immaterial.

Cinta itu sari agama , islam mendefinisikan jika ingin mengenal allah jalannya adalah melalui budi pekerti alias akhlak yang baik.

Bisa kita kenal dengan “ilaturahim” sesungguhnya kata itu bukan hanya mengunjugi kerabat saja melainkan menghubungkan tali kasih saying sesame manusia. Dan itu berarti memuaskan hati orang lain, makna “silaturahim” mengandung unsur menghubungkan tali antara kita dengan otrang lain.

Memang gagasan tentang kebahagiaan sangat terkait dengan cinta, karna cinta tak lain adalah sumber dari keinginan untuk memberikan kebaikan yang mendatangkan kebahagiaan kepeda orang yang kita cintai.

Memang mencintai adalah sebuah prinsip menempatkan kebutuhan kita dibawah kepentingan orang yang kita cintai.

Terlalu banyak perintah agama dalam soal ini, yang perlu dicatat adalah bahwa cinta baik antara pemimpin dan rakyat maupun sesame kita semua pada esensinya hanya ditunjukan kepada Allah dan apapun yang berkaitan dengan ketuhanan. Inilah bentuk tertinggi cinta.

Itu karna kekasih sejati adalah Allah, kita bukan dilarang mencintai keluarga, harta dan lainnya melainkan hubungan fana dengan mereka itu hanya boleh sebagai perantara bagi sebuah perjalanan mulia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun