Mohon tunggu...
Krisnasmep
Krisnasmep Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Tindakan kecil yang konsisten membawa perubahan besar

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mindfulness Dalam Beragama

1 Februari 2025   19:14 Diperbarui: 1 Februari 2025   19:19 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Setiap orang yang beragama pasti mengenal ritual. Ada yang sholat lima waktu, ada yang pergi ke gereja setiap minggu, ada yang berdoa di tempat ibadah sesuai kepercayaan masing-masing. Tapi pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya:

Apakah kita benar-benar mengalami agama, atau hanya sekadar menjalankannya?

Apakah agama menjadi sesuatu yang kita rasakan dalam diri, atau hanya menjadi rangkaian kata dan rutinitas tanpa makna?

Ketika beragama hanya menjadi rutinitas tanpa makna, apakah itu masih bisa disebut sebagai "iman"? Atau jangan-jangan, kita hanya sedang melafalkan kata-kata kosong—sekadar frasa tanpa rasa?

Mari kita renungkan.

-------

1. Agama: Warisan atau Pencarian?

Banyak orang lahir dalam keluarga yang sudah beragama. Tidak peduli saya maupun anda. Sejak kecil, kita diajarkan untuk mengikuti ibadah tanpa banyak bertanya. Ini bukan hal yang salah, tapi apakah kita pernah mencoba mencari tahu sendiri makna di baliknya? Agama yang hanya diwarisi sering kali membuat seseorang menjalani ritual secara otomatis, tanpa memahami esensinya. Padahal, dalam banyak ajaran agama, seseorang diajak untuk mencari dan memahami kebenaran, bukan sekadar menerimanya begitu saja.

Pernahkah anda melihat seseorang yang rajin beribadah, tetapi sikapnya jauh dari nilai-nilai kebaikan? Atau seseorang yang hafal doa-doa, tapi tidak benar-benar memahami maknanya?

Ini terjadi ketika agama hanya dipahami sebagai kewajiban formal, bukan sebagai pengalaman spiritual. Ibadah dilakukan karena "memang harus begitu", bukan karena benar-benar ingin mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena jika benar-benar ingin mendekatka diri kepada Tuhan, orang haruslah membedah perilakunya sendiri. Mencari kebenaran dengan banyak bertanya atas aksi yang dilakukannya.

Namun, kenyataannya, banyak orang takut mempertanyakan. Takut dianggap sesat, takut kehilangan pegangan, atau sekadar malas berpikir. Padahal, bukankah keyakinan yang lahir dari pencarian akan lebih kuat dibanding keyakinan yang diterima begitu saja?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun