Pernahkah kamu merasa usahamu tidak membuahkan hasil? Seorang pelajar yang tak kunjung meraih nilai sempurna meski belajar keras, seorang novelis yang karyanya tetap sepi pembaca, atau seorang pencari kerja yang berkali-kali ditolak meskipun sudah melamar ke banyak tempat. Mengapa demikian? Tidakkah itu melelahkan? Apakah adil jika Tuhan memberikan beban seperti ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini sering menghantui siapa saja yang sedang berada di titik terendah. Tidak peduli siapa kamu, pasti pernah muncul pemikiran seperti:
“Mengapa saya gagal?”
Namun, pertanyaan sederhana ini memiliki jawaban yang kompleks. Mungkin kita perlu mengganti pertanyaannya:
“Mengapa orang lain bisa sedangkan saya tidak?”
Pertanyaan ini sering berakhir dengan membandingkan nasib. Pikiran kita mulai mengglorifikasi orang lain yang kita anggap lebih sukses. Namun, jika kita meminta saran kepada mereka, jawaban yang diberikan sering terasa seperti penghakiman.
Misalnya, kamu bertanya pada teman: “Kamu beruntung ya, bisa menabung. Aku selalu kehabisan uang untuk kebutuhan rumah. Ada saran nggak?” Jawaban yang kamu dapat mungkin seperti: “Ya nggak mudah, aku juga berusaha keras mengatur keuangan. Coba deh luangkan waktu buat belajar manajemen keuangan.”
Mendengar jawaban ini, kemungkinan besar kamu merasa kesal. Kamu mungkin membalas dengan: “Ya enak kamu, keluargamu kaya. Aku beda...” Alih-alih mendapat solusi, percakapan seperti ini justru berakhir sebagai ajang saling membandingkan nasib.
-----
Mengapa Hal Ini Terjadi?
Karena kita cenderung melihat usaha kita lebih besar dibandingkan orang lain. Ketika seseorang bekerja keras, ia sering menganggap bahwa usaha orang lain yang tidak setara dengannya adalah sia-sia. Akibatnya, berbagi masalah kepada orang lain sering kali tidak memberikan hasil yang positif.