Berikut bagian keempat dari nota keberatan Reinhard Nainggolan terhadap dewan pers. (klik untuk lihat bagian pertama, bagian kedua, dan bagian ketiga)
Melalui kesempatan ini, SAYA juga menyampaikan “NOTA KEBERATAN” atas “KEPUTUSAN DEWAN PERS” yang menyatakan SAYA telah melanggar kode etik dan penyalahgunaan profesi wartawan untuk mendapatkan saham perdana IPO PT Krakatau Steel Tbk. “NOTA KEBERATAN” tersebut, sebagai berikut :
- SAYA mempertanyakan pelanggaran kode etik jurnalistik sesuai keputuskan DEWAN PERS yang telah dipublikasikan sejumlah media, pada 1 Desember 2010. Disebutkan SAYA melanggar SK DEWAN PERS Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik. pasal 6 yang berbunyi “Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.”
SAYA sama sekali tidak menyalahgunakan profesi, dalam menulis berita IPO PT Krakatau Steel Tbk. Pemuatan berita di Harian KOMPAS adalah proses dari keputusan redaksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik dan dapat dipertanggungjawabkan.
SAYA juga tidak menerima suap dalam bentuk saham atau uang atau dalam bentuk apapun, sebagaimana yang dituduhkan. SAYA tidak menyalahgunakan profesi untuk memeras atau meminta diberi kesempatan untuk memperoleh saham PT Krakatau Steel Tbk.
Bukti percakapan lewat Blackberry (BB) yang disebut DEWAN PERS menjadi dasar untuk memvonis SAYA, juga patut dipertanyakan validitas dan legalitasnya yang SAYA duga merupakan upaya sistematis untuk menjebak SAYA. SAYA juga memiliki bukti lain percakapan BB dengan HENNY LESTARI, yang SAYANGNYA tidak diklarifikasi oleh DEWAN PERS.
- SAYA mempertanyakan apakah prosedur penyelidikan dan pengambilan keputusan (vonis bahwa SAYA melanggar kode etik) olehDEWAN PERS telah dilakukan secara transparan dan sesuai dengan mekanisme yang benar sebagaimana diatur dalam UU Pers dan Peraturan DEWAN PERS?
- SAYA menilai, Keputusan DEWAN PERS terhadap SAYA, sebagaimana dipublikasikan media pada 1 Desember 2010, merupakan vonis tanpa proses peradilan. Sebab, hingga keputusan dikeluarkan, klarifikasi dan konfrontasi terhadap SAYA dengan HENNY LESTARI, belum tuntas karena yang bersangkutan meninggalkan ruang konfrontasi pada 24 November 2010.
Saat itu, DEWAN PERS sama sekali tidak melakukan upaya apapun untuk meminta HENNY LESTARI tetap berada di ruangan dan melakukan konfrontasi, padahal keterangannya penting untuk menjadi dasar pertimbangan bagi DEWAN PERS dalam memproses dugaan pelanggaran kode etik terhadap SAYA. Berdasarkan fakta ini, sangat jelas jika DEWAN PERS mengambil keputusan yang menyatakan SAYA melanggar kode etik jurnalis berdasarkan INFORMASI YANG TIDAK LENGKAP. Dalam hal ini jelas SAYA TELAH MENJADI KORBAN PEMERIKSAAN YANG TIDAK ADIL.
- Dengan kerendahan hati, SAYA meminta DEWAN PERS untuk melihat kasus ini secara berimbang dan tidak memvonis SAYA sebelum SAYA memberikan pembelaan. Sebagai warga Negara dan sebagai jurnalis, SAYA berhak diberikan kesempatan itu dalam suasana yang adil dan terbuka.
- Sebagai bentuk pertanggungjawaban SAYA kepada publik, kepada KOMPAS dan kepada keluarga, SAYA siap melakukan debat secara terbuka dengan para pihak terkait, yakni HENNY LESTARI dan anggota DEWAN PERS yang bertemu HENNY LESTARI, serta pihak-pihak yang dituduhkan pelapor.
SAYA berharap, DEWAN PERS tetap menjalankan fungsinya dengan menerapkan azas praduga tak bersalah, sebelum mengumumkan sebuah keputusan yang pada akhirnya membunuh hak asasi SAYA, membunuh hak profesi SAYA dan juga membunuh KEBEBASAN PERS itu sendiri.
Demikian NOTA KEBERATAN ini, SAYA buat sebagaimana adanya untuk dapat digunakan sebagai klarifikasi kepada publik, khususnya media massa yang menyebarkan pemberitaan sepihak. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.
Jakarta, 2 Desember 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H