[caption id="attachment_152252" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Sehari-hari, saya mengendarai sepeda motor yang konsumsi bahan bakarnya 1:40 (kadang lebih, kalau tidak macet parah). Itu sudah termasuk boros karena tidak dirawat secara rutin. Tetapi, termasuk sangat hemat untuk ukuran kendaraan yang dipakai paling sedikit 60 KM per hari. Ada banyak orang lain juga memakai sepeda motor karena alasan hemat (BBM maupun biaya transportasi lain). Karena itu, setengah mati saya heran ada wacana pembatasan pemakaian BBM bersubsidi untuk sepeda motor. Apalagi alasan untuk memotong subsidi sepeda motor? alasan boros rasanya tidak masuk akal. Alasan bukan transportasi kalangan menengah ke bawah, lebih tidak masuk akal lagi. Kalau alasannya untuk menekan penggunaan sepeda motor, terus apa alternatif transportasi lebih murah, cepat, dan nyaman? Saya malah bertanya, jangan-jangan wacana pembatasan itu titipan SPBU milik perusahaan minyak asing. Di Sidoarjo dan surabaya, saya rutin lihat dua SPBU milik perusahaan asing. Keduanya sepiiiiiii sekali. di kota lain juga seperti itu, sangat kalah dibandingkan SPBU pertamina yang menyediakan BBM bersubsidi. Selain karena fakta SPBU asing sepi, saya juga teringat bantuan sekitar RP 200 miliar dari LSM asing saat RUU migas sedang diproses. Undang-undang 22 tahun 2001 itu salah satu pintu sektor migas di Indonesia makin liberal.. jadi, sekali lagi saya bertanya, apa alasan rencana pembatasan BBM untuk sepeda motor? kalau memang bukan titipan SPBU asing, tolong kasih alasan lebih logis..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H