Ketika kekerasan seksual menimpa perempuan, netijen perempuan akan beramai-ramai menyalahkan laki-laki. Laki-laki dianggap sebagai pihak yang tidak bisa mengendalikan nafsu birahi.Â
Namun, lain lagi responnya jika laki-laki yang mengalami kekerasan seksual didepan publik bahkan pelakunya bisa saja perempuan. Toh, jarang kan laki-laki yang mengalami korban kekerasan seksual yang ada biasanya jadi pelaku.Â
Dalam kejadian itu laki-laki dihadapkan untuk tidak memperpanjang hal yang dianggap remeh-temeh dan berlapang dada saja. Menganggap bahwa itu hanya gurauan dan angin lalu. Tak perlu untuk dibicarakan bahkan dikritisi secara bersama-sama.Â
Maskulinitas laki-laki digambarkan sebagai mahluk berjiwa kuat, agresif, dan logis yang mengandalkan pikiran bukan perasaan. Harus bisa melindungi yang lemah itulah tandanya dia laki-laki sejati!Kerapkali mengharuskan untuk berdekatan dengan kekerasan.Â
Pernyataan-pernyataan tersebut memanglah sah-sah saja untuk diyakini, apalagi sudah diamini sekian lamanya oleh masyarakat kita. Karena para lelaki dianugerahi energi fisik yang kuat, dengan ditandai kebutuhan kalori lebih besar jika disandingkan dengan perempuan.Â
Akibatnya, laki-laki tidak boleh lemah dan harus selalu tegar dalam situasi dan kondisi apapun yang menerjang. Say to, menangis! menangis itu tandanya rapuh alias menye-menye.
Hal itu menjadikan laki-laki sering kali memendam emosi yang ada dalam dirinya. Selalu berupaya untuk tetap logis dan mengubur dalam-dalam perasaan sedih yang ada dalam dirinya. Tak jarang pula merasa bersalah karena sudah mengalami perasaan sedih.
Laki-laki tidak mampu bereskpresi
Berdasarkan data yang dikutip dari Kampus psikologi (2022), bahwa wanita lebih banyak menggunakan area otak yang mengandung neuron cermin (mirror neuron) dibandingkan pria. Neuron cermin berpengaruh terhadap pengekspresian perasaan dan mampu membaca peristiwa dari kacamata pihak lain.