Imam Haryanto, salah seorang penasihat hukum terdakwa bahkan memohon agar majelis menangguhkan penahanan terdakwa, dikarenakan tenaganya masih diperlukan untuk mengatasi krisis listrik di Sumut, setidaknya saat Ramadhan nanti. Bahkan ia menyatakan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan akan menjadi salah satu penjamin terdakwa.
Ironi bukan?. Dimana semestinya semua aspek pemerintahaan bekerjasama untuk kepentingan rakyat, dikasus ini seolah-olah kepentingan masyarakat di nomor dua kan demi kepentingan sepihak. Semestinya kejaksaan bisa menilai mana yang lebih penting. Kejaksaan seperti sengaja mencari-cari kesalahan padahal kejaksaan sendiri tidak mengerti sistem bisnis tersebut. Ditambah lagi proses hukum yang dibuat rumit sehingga peremajaan PLTGU tersebut semakin terbengkalai.
Beberapa hari belakangan juga terdapat pemberitaan terbaru dimana PLN menyatakan penyebab krisis listrik tersebut akibat pihak swasta atau kontraktor yang gagal menyelesaikan pembangunan pembangkit yang sudah direncanakan sejak 1998 dan 2005.
"Penyebab krisis listrik di Sumut penyebabnya sudah banyak yang tahu lah, karena ada PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) di Belawan yang sampai sekarang belum dilepas Kejaksaan (disita), ada juga di masalah PLTU Labuhan Angin," kata Direktur Konstruksi dan Energi Terbarukan PLN Nasri Sebayang, ditemui di Kantor PLN Pusat, Rabu (13/8/2014).
PLTGU Belawan masih disita, iya DISITA. Bagaimana caranya PLN bisa mengoptimalkan listrik disana apabila salah satu PLTGU yang paling berpengaruh besar untuk memasok listrik di Sumatera Utara malah disita. Saya kembali bingung, tapi dalam object yang berbeda. Saya bingung apa maunya kejaksaan sampai-sampai tidak mengutamakan kepentingan masyarakat sekitar.
Setelah saya mengetahui berbagai penyebab seringnya pemadaman listrik disini, saya merasa “jahat” terhadap PLN. Seperti kebanyakan pemberitaan di media bahwa PLN banyak mendapatkan penghargaan dan prestasi nasional maupun internasional. Ini merupakan bukti kuat bahwa secara internal PLN sudah lebih dari bagus. Namun intervensi-intervensi yang kemudian menjadi pengganggu membuat nama PLN tercoreng lagi dimata “pengeluh yang buta”. Iya, pengeluh yang persis seperti saya sebelum mengetahui penyebab kasus tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H