Mohon tunggu...
krisnawijaya
krisnawijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Tasawuf Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah

seorang mahasiswa aktif di IAILM Suryalaya Fakultas Dakwah prodi Ilmu Tasawuf seorang santri di Pondok Pesantren Suryalaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tahapan Menuju Kasyaf

9 Januari 2025   00:00 Diperbarui: 8 Januari 2025   23:49 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seringkali kita sering mendengar dan tidak asing dengan istilah KASYAF. KASYAF artinya terbuka dinding antara hamba dengan Tuhannya. Ucapan ini banyak digunakan oleh ahli tarekat dan orang suci.

Menurut ahli tarekat ada 4 dinding/hijab yang membatasi antara khali dan makhluknya, antara Tuhan dan hambaNya, tetapi ada 4 jalan juga yang bisa menjadi pembuka ke empat hijab itu.

DINDING PERTAMA antara manusia dan Alloh disebutkan kalau manusia itu berkekalan memiliki najis, serta berkekalan memiliki hadas kecil dan hadas besar. Keadaan ini merupakan hijab manusia dengan Tuhannya. Supaya hijab ini terbuka hendaknya seorang hamba itu berada dalam keadaan selalu suci dari hadas kecil, hadas besar, dan suci pakaian nya, tempat kediamannya dari najis.

DINDING KEDUA yang membatasi antara manusia dengan Alloh ialah kalau anggota manusia yang tujuh berkekalan menjalankan haram dan makruh. Untuk pembukaan hijab kedua ini ditunjukan jalan supaya anggota manusia yang tujuh itu yaitu mata, telinga, mulut, kaki, perut, kemaluan, dan dubur menghentikan pekerjaan haram dan makhruh dan senantiasa berkekalan mengerjakan yang wajib dan yang sunat.

Angka angka tertentu bagi ahli tarekat memiliki arti perbandingan, dengan demikian anggota tujuh itu dibandingkan dengan 7 hari 7 malam dalam seminggu, 7 lapis langit, 7 lapis bumi, 7 pintu neraka, yang mana jika tujuh anggota itu senantiasa melakukan hal halram dan makruh maka akibatnya akan masuk kedalam neraka tujuh. 

Dan untuk melepaskan dari neraka tujuh itu ahli tarekat menyebutkan kalimat syahadat sebanyak mungkin, yang mana kalimat syahadat terdiri dari tujuh kata yakni laa ilaha ilalloh muhammad rosul alloh yang artinya senantiasa bertauhid memperhambakan diri kepada Alloh dan senantiasa pula menikuti lahir batin kepada Nabi Muhammad SAW.

DINDING KETIGA disebut kalau hati manusia itu senantiasa memelihara sifat yang dicela oleh syara', kunci pembukanya ialah bisa membuang (takhalli) sifat sifat yang dicela oleh syara' itu dengan ilmu dan amal, dan setelahnya ditanamlah (tahalli) sifat sifat yang terpuji kedalam hati oleh ilmu dan amal pula. Sifat yang dicela oleh syara' seperti ujub, riya, takabur, tamak, hasud munafik, iri, dengki yang para ulama sampai menyebutkan ada 60 macam sifat yang dicela oleh syara', yang selanjutnya ketika hati sudah bersih dari sifat tercela maka harus ditanamkanlah sifat terpuji seperti islam, iman, ikhlas, tawadhu, waro, zuhud dsb.

DINDING KEEMPAT sebagai dinding yang terakhir antara manusia dengan Tuhannya disebutkan: kalau hati lalai kepada Alloh, seperti terpesona oleh dunia, harta benda dan makhluk lain, untuk membukakan dinding ini ilmu tasawuf menjelaskan bahwa hendaklah dibuangkan diri dalam hati segala sesuatu selain Alloh (masiwallah). maksudnya yang ada didalam hati kita hanyalah mengingat Alloh, zikir kepada Alloh.

Tarekat selanjutnya memberi jalan, apa yang harus ditempuh selanjutnya oleh hamba setelah keempat hijab ini terbuka untuk mendekat kepada Alloh, maka selanjutnya ada empat jalan yang harus ditempuh yakni, pertama syari'at, kedua thariqoh, ketiga hakikat, keempat makrifat. Syariat diibaratkan laut, thariqoh diibaratkan kapal, hakikat diibaratkan mutiara yang terletak didalam laut, dan makrifat seperti memakai cincin mutiara yang diinginkan dan didambakan. Banyak perumpamaan lain yang penulis tidak bisa tuliskan semua nya

Mudah mudahan dengan adanya tulisan ini bisa menjadi pengetahuan yang bertambah dan bermanfaat untuk penulis dan umumnya untuk pembaca, dan ingsyaAlloh dikemudian hari penulis akan melanjutkan tulisan ini. tulisan ini diambil dari buku "Tarekat dalam Tasawuf" karya Prof. Dr. Abu Bakar Atjeh

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun