Kebijakan subsidi BBM ternyata sudah ada sejak zaman pemerintahan Presiden Soekarno. Kala itu pemerintah telah menerapkan subsidi untuk tiga jenis BBM, yakni premium, solar, dan minyak tanah pada tahun 1966 (Simbolon, 2022). Tujuan pemberian subsidi BBM ialah agar seluruh lapisan masyarakat dapat mendapatkan akses penggunaan BBM (Salim, et al., n.d.). Namun, perlu diketahui bersama bahwa subsidi yang bertujuan untuk memecahkan masalah publik justru juga berpotensi menimbulkan masalah baru. Seiring berjalannya waktu, subsidi BBM semakin memberikan beban pada APBN sehingga kebijakan tersebut mulai dipertanyakan efektivitasnya.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Nurhadi dkk. (2024), terdapat tree analysis yang mengungkap sejumlah isu terkait kebijakan subsidi BBM yang masih berjalan sebagai berikut.
1. Subsidi tidak tepat sasaran
Penikmat subsidi BBM di Indonesia justru didominasi oleh rumah tangga dengan kategori mampu sebesar 80%. Hal itu mengakibatkan subsidi yang selama ini berjalan tidak efektif bagi masyarakat kurang mampu. Isu ini juga didukung dengan landasan hukum yang masih belum terlalu detail dalam menjelaskan jenis kendaraan apa saja yang boleh menikmati subsidi BBM.
2. Potensi pembebanan terhadap APBN
Subsidi BBM memang menjadi sebuah instrumen fiskal dengan tujuan efektivitas BBM. Namun, perlu diketahui bahwa angka subsidi BBM dipengaruhi oleh banyak hal salah satunya adalah perubahan harga minyak internasional. Dalam beberapa tahun terakhir, harga minyak internasional masih cenderung fluktuatif karena terdapat sejumlah isu internasional seperti peperangan.
3. Dampak emisi karbon yang merusak lingkungan
Selain berdampak terhadap APBN, subsidi BBM secara tidak langsung turut mendongkrak emisi karbon yang berpotensi merusak lingkungan. Subsidi BBM dapat menyebabkan pola konsumsi energi yang berlebihan bagi masyarakat karena harga BBM yang cenderung murah.
Dengan adanya sejumlah permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya kebijakan subsidi BBM, perlu adanya reformasi kebijakan subsidi BBM agar dapat meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan dari sebuah kebijakan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari (2022), terdapat beberapa bauran kebijakan yang dapat diupayakan guna membenahi sistem kebijakan subsidi BBM sebagai berikut.
1. Pembatasan dan pengawasan konsumsi BBM bersubsidi
Upaya ini sebenarnya telah diimplementasikan dengan memanfaatkan teknologi digital berupa platform MyPertamina. Namun, langkah ini pun masih belum maksimal karena terdapat kendala dalam payung hukum yang mengatur tentang pembatasan dan pengawasan konsumsi BBM bersubsidi. Pertamina masih menunggu revisi Perpres No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.