Mohon tunggu...
Krisna Eka
Krisna Eka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menyukai topik tentang filsafat, hukum, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Internasional: Kronologi dan Perspektif Teori Deontologi Etika Immanuel Kant

7 September 2024   15:00 Diperbarui: 7 September 2024   19:05 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Hukum internasional (weltrecht) muncul pertama kali melalui gagasan ius gentium yang ada di bangsa romawi kuno. Ketika itu kekaisaran romawi yang membentang dari kepulauan briton hingga syria memiliki keanekaragaman kultur yang sangat besar. Hal ini memiliki konsekuensi yaitu eksistensi dari pluralisme hukum yang ada di dalam kekaisaran romawi kuno selain dari hukum corpus civilis yang mereka miliki dan secara legal diakui sebagai sistem hukum resmi oleh pemerintah. Konsep ius gentium sendiri masih menekankan pada identitas etnografi dari seseorang, sehingga seseorang dari bangsa tertentu dapat memiliki hak dan kewajiban yang berbeda dari bangsa lain. namun, kesemua bangsa yang ada terikat pada sebuah klausul yakni  romanum sum atau dapat diartikan sebagai “aku adalah orang roma” sehingga memberikan identitas kenegaraan pada setiap orang dari bangsa yang berbeda.

Pada abad Ke-4 terjadi sebuah peristiwa yang akan mengubah nasib dari hukum internasional untuk selamanya dengan diadopsinya agama kristen dalam kekaisaran roma oleh Kaisar Constantine sehingga hukum kanonik atau hukum gereja berdampingan dengan hukum roma yang telah lebih dulu ada. Setelah keruntuhan roma, eropa memasuki masa kegelapan dengan cengkraman hukum gereja yang sangat kuat, bahkan melampaui hukum raja raja yang ada di kerajaan di seluruh eropa. Nantinya pada abad Ke-9 Charles de Magne atau biasa disebut Charlemagne mendeklarasikan diri sebagai kaisar romawi suci, dimana memiliki legitimasi kekuasaan yang diberikan oleh kepausan di roma. Menyusul pengaruh kekaisaran romawi suci yang terus menguat, hal ini membawa pada peningkatan kepatuhan terhadap hukum gereja yang mengikat kerajaan-kerajaan eropa menjadi cikal bakal dari hukum internasional.

Hingga salah seorang yuris asal belanda yakni Hugo De Groot dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis sebagai dasar dan rujukan utama dari sumber hukum internasional yang ada di dunia kontemporer. Dalam De Jure Belli ac Pacis, grotius menyatakan bahwa diperlukan pembatasan atau pengaturan mengenai aturan peperangan yang ada. Pandangan ini grotius dasarkan pada situasi geopolitik yang ada di eropa ketika raja raja saling berdebat mengenai kepemilikan laut. Dalam doktrin mare liberium, grotius menyatakan bahwa laut adalah tidak dapat dimiliki dan oleh karenanya setiap orang dapat dengan bebas memanfaatkannya. Argumentasi yang diajukan oleh grotius adalah bahwa laut memiliki sifat fluida yang berbeda dengan tanah yang memiliki sifat solid. Melalui karya dan pemikirannya lah, grotius disebut sebagai bapak hukum internasional.

Perspektif Teori Deontologi Etika

              Deontologi etika adalah teori yang dikemukakan oleh Immanuel Kant yang hidup pada Abad Ke-18. Kant dikenal sebagai bapak filsuf modern dimana menyumbang karya dan pemikiran yang tak terhitung jumlah nya bagi abad kontemporer. Deontologi etika sebenarnya adalah usaha kant untuk dapat melakukan rasionalisasi terhadap etika atau moral itu sendiri, yang ketika itu dikaitkan dengan eksistensi dari tuhan maha kuasa dan ajaran agama. Kant bertitik tolak pada dua argumentasi yakni pertama imperatif hipotesis dan kedua imperatif kategoris. Imperatif hipotesis adalah sebuah prinsip yang manusia percaya, dan ketika ia percaya maka hal itu dapat membawanya pada sebuah kebaikan atau kebijaksanaan. Sedangkan imperatif kategoris berisi norma atau aturan yang memiliki sifat universal dan berlaku untuk semua, dimana memiliki ciri yaitu mengikat dan dapat menimbulkan sanksi jika dilanggar.

              Penulis dalam tulisan ini menganalisis bahwa eksistensi dari hukum internasional tidak dapat secara letterlijk dimasukan dalam kategori hukum formal. Hal ini disebabkan oleh hukum internasional yang lebih dekat pada konsep imperatif hipotesis berupa prinsip-prinsip yang diaati karena dapat mendatangkan kebaikan atau kebijaksanaan. Sama dengan hukum internasional yang berisi tentang prinsip etika dan moral hubungan antar negara guna mendatangkan kedamaian atau keteraturan tatanan dunia berbeda dari konsep imperatif kategoris sebagai esensi dari “hukum” itu sendiri dimana meniscayakan sebuah aturan atau norma yang dapat memberikan sanksi jika dilanggar. Sedangkan sanksi yang diberikan dalam hukum internasional pada kenyataanya sangat bergantung kepada kepatuhan dari legal subject hukum internasional itu sendiri yakni negara. Hal ini disebabkan karena setiap negara memiliki unsur sovereignty atau kedaulatan yang tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lain.

              Beberapa tokoh yang sependapat adalah John Austin, dimana beranggapan bahwa hukum internasional tak lebih dari sebuah prinsip dan moral yang ada di seluruh dunia. Hal ini didasarkan austin pada pembedaannya antara hukum tuhan (divine law) dan hukum manusia (human law), dimana hukum manusia memiliki beberapa unsur yakni perintah (command), kedaulatan (sovereignty), dan  hukuman (sanction) sehingga hukum internasional tidak dapat digolongkan didalamnya.

Penutup

Kiranya hukum internasional terdapat dalam dimensi meta-yuridis. Hal ini didasarkan pada beberapa argumentasi yakni pertama hukum internasional tidak memiliki lembaga atau aparat penegak hukum yang akan bertindak jika terdapat pelanggaran oleh subjek hukumnya, kedua hukum internasional didasarkan pada prinsip-prinsip etika dan moralitas sehingga tidak tepat jika menyatakan hukum internasional adalah sebuah hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun