Penelitian menunjukkan bahwa orang tua sering kali tidak melakukan pengawasan yang mendalam terhadap aktivitas media sosial anak-anak mereka, sehingga anak-anak rentan terhadap risiko seperti penggunaan kata-kata buruk (bad words), cyberbullying dan eksploitasi online.
Dikutip dari laman Media Indonesia, salah satu perusahaan riset independen berbasis kecerdasan buatan (AI), Neurosensum, melakukan riset di Indonesia untuk melihat kesadaran dan kepedulian orang tua terhadap penggunaan media sosial oleh anak-anak mereka.Â
NeuroSensum meluncurkan survei pada Februari lalu, Â untuk mengetahui tentang pemahaman kesadaran penggunaan media sosial anak-anak di antara orang tua dan kekhawatiran mereka terhadap penggunaan media online oleh anak-anak.
Hasilnya, Â para orangtua pada akhirnya memberikan akses media sosial agar anak sibuk dan orangtua dapat fokus mengerjakan pekerjaan mereka, meski belum memenuhi batas bawah usia akun media sosial.Â
Selain itu, hasil riset NeuroSensum juga mengungkapkan adanya perbedaan durasi saat mengonsumsi konten media sosial di antara anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah dan tinggi. Pada usia yang sangat muda, anak-anak yang ada dalam rumah tangga berpenghasilan rendah menghabiskan lebih sedikit waktu di media sosial (2,4 jam sehari) dibandingkan teman seusia mereka di rumah tangga berpenghasilan tinggi (3,3 jam sehari).Â
Riset ini mengungkapkan bahwa anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan online seperti bermain game dan komunikasi online (masing-masing 65%), belajar secara daring dan mempelajari keterampilan baru (masing-masing 48%), pembaharuan status di media sosial dan menonton film atau serial di platform online (masing-masing 42%), membuat video di Tik Tok atau platform video pendek lainnya (37%), serta membaca buku atau komik di internet (30%).
Hasil riset juga menunjukkan bahwa sebanyak 81% orangtua di Indonesia yang telah mengenalkan media sosial ke anak-anaknya merasa khawatir terhadap konten yang bersifat kekerasan dan seksual. Selain itu, sebanyak  56% orang tua lainnya merasa khawatir terhadap konten yang bersifat perundungan atau bullying di dunia maya.
Orang tua seharusnya mengambil peran sebagai pendidik dan pelindung dengan m engajarkan anak tentang etika berinteraksi di dunia maya. Mereka perlu mengawasi dan memantau aktivitas online anak dan membatasi waktu penggunaan media sosial. Berkomunikasi dapat mendorong anak untuk berbagi pengalaman mereka di media sosial agar orang tua bisa memberikan bimbingan yang tepat.
Pengaruh Terhadap Opini Publik
Media sosial juga mempengaruhi opini publik, termasuk pandangan anak-anak terhadap isu-isu sosial. Dengan akses informasi yang luas, anak-anak dapat terpapar pada berbagai perspektif. Tanpa bimbingan yang tepat dari orang tua atau pendidik, mereka berpotensi besar untuk gagal membedakan antara informasi yang benar-benar valid dan hoaks. Hal ini tentu akan menyebabkan pembentukan opini yang salah atau tidak berdasar.
Cara Memahami dan Menggunakan Media Sosial Secara Bijak Orang tua juga perluÂ
Ragam cara dapat diupayakan untuk meminimalisir dampak negatif dari penggunaan media sosial. Pendidikan Digital perlu diajarkan kepada anak tentang jenis konten yang aman dan tidak aman bagi mereka dan orang lain.Â
Anak perlu mendapatkan bantuan untuk mengatur privasi akun mereka agar informasi pribadi terlindungi. Orang tua juga perlu menentukan batasan waktu penggunaan media sosial agar tidak mengganggu aktivitas penting lainnya (misalnya: belajar, makan, istirahat).