Mohon tunggu...
Krismas Situmorang
Krismas Situmorang Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger Indonesia

Teacher, Freelancer Writer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pejuang Itu Bernama Pak Nico

2 Januari 2024   17:02 Diperbarui: 2 Januari 2024   18:15 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokumentasi penulis

Wajahnya selalu ceria meskipun beban berat dipikulnya. Kerut wajahnya menghiasi perjuangan hidupnya mengais rupiah di bilangan Glodok. Di tangannya, tergantung aneka gelang dan kalung dagangannya. 

Tidak pernah terbayangkan apa yang ada di benak pak Niko, seorang penjual asesoris gelang dan kalung. Setiap hari ia mengadu nasib dan meraih rejeki di Glodog. Sebagian gelang dan kalung dia buat sendiri. 

Penghasilannya relatif kecil dan tidak menentu. Kadang-kadang ia hanya mampu menjual beberapa buah gelang dan kalung sehari. Dapat dibayangkan, perjuangan yang harus dilaluinya setiap hari. Namun, setiap berjumpa dengan beliau, tidak ada wajah kesedihan yang ditunjukkannya. Beberapa kali ia saya temukan bersenandung dan menghibur diri dengan lagu-lagu kesukaannya. Ya, ia pencinta lagu-lagu rohani. 

Pak Niko memiliki seorang putera semata wayang yang sejak kecil termasuk berkebutuhan khusus. Saat ini, puteranya tersebut duduk di kelas 11 SLTA. Menurutnya, sang putera terpaksa terlambat mendapatkan pendidikan karena kesulitan yang dihadapi saat memasukkan anaknya ke sekolah. Meskipun demikian, putranya termasuk anak yang mandiri. Setiap bertemu seseorang yang dikenalnya, ia akan langung menjabat tangan dan mengatakan bahwa ia sudah berdoa dan sudah minum kopi.  

Pak Niko menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga. Tentu, ia layak disebut pahlawan bagi keluarganya. Semangatnya tak pernah surut berjuang setiap hari. Di usianya yang ke-69, ia tetap berupaya memberikan yang terbaik bagi keluarganya. Pak Niko bekerja keras mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Ia selalu berusaha tampak gembira di depan orang-orang dan keluarganya karena ia percaya penuh pada rencana Sang Pencipta padanya. Menurutnya, ia tak menuntut lebih dalam doanya. Ia hanya pasrah dan percaya pada kehendak-Nya.

Saya menaruh hormat yang tinggi pada kerja keras dan perjuangan Pak Niko. Saya belajar banyak dari beliau tentang sikapnya dalam memaknai kehidupan. Dalam kesabarannya, ia tidak menunjukkan sikap menyerah. Setidaknya, itu mungkin dapat memberikan secercah senyuman di bibirnya.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun