Penangkapan IF dan PF oleh polisi pada pekan lalu membawa empat pesan tegas. Pertama, jaringan teroris semakin sadar fungsi media massa sebagai penyebar pesan untuk menciptakan ketakutan atau setidaknya tekanan psikologis pada publik. Kedua, jaringan teroris bisa menyusup ke mana saja. Ketiga, deradikalisasi teroris belum sepenuhnya berhasil di Indonesia. Ke empat, Indonesia masih jadi surga pasar bebas bahan peledak.
IF dan PF sama-sama pernah menjadi pekerja infotainment untuk televisi. Namun, PF sudah keluar dan selama beberapa waktu terakhir sering ke Aceh. Sementara IF tetap bekerja sebagai juru kamera studio di salah satu televisi. Manajemen televisi tempat IF bekerja IF bukan termasuk awak redaksi. Dengan kata lain, IF tidak di bagian yang memungkinkannya melakukan jurnalisme investigatif bagi televisi itu. Jadi, belum ada alasan kuat yang mengesahkan IF untuk melakukan semacam liputan ekslusif menjelang peledakan bom Serpong.
Meskipun demikian, menurut Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Boy Rafly Amar, PF ingin IF merekam detik-detik peledakan yang dikabarkan menggunakan ratusan kilogram peledak itu. PF juga meminta IF mengontak beberapa jurnalis media asing menjelang peledakan. PF ingin aksi kelompoknya diliput dan disiarkan juga oleh media asing.
Keinginan PF itu menyiratkan jaringan teroris di Indonesia semakin sadar peran media sebagai penyampai pesan efektif ke publik. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir, peliputan terkait terorisme demikian terbuka di berbagai televisi. Bahkan, sebagian televisi menayangkan secara langsung beberapa penggerebekan tersangka teroris, lengkap dengan segala kekerasannya.
Seandainya aksi kelompok PF benar-benar tersiar, maka mereka termasuk kelompok yang sadar makna terorisme tidak sekedar menghilangkan nyawa. Terorisme, menurut Leonard Weinberg (Global Terrorisme, A Begginer ‘s Guide, 2005), hendak mencapai tekanan psikologis. Tujuan itu akan mudah dicapai jaringan PF jika peledakan disiarkan secara langsung oleh berbagai media massa.
Penggunaan media massa untuk pencapaian tujuan itu antara lain dilakukan secara intensif oleh Osama Bin Laden dan Al Qaeda. Mereka secara rutin mengirimkan video ke beberapa jaringan stasiun televisi. Video itu bisa berisi ancaman atau penyataan setelah ada aksi terorisme. Dapat pula berisi pesan yang intinya sekedar menunjukan kelompok mereka masih ada.
Sebelum PF, belum ada jaringan teroris yang benar-benar memanfaatkan media massa untuk menyampaikan pesan. Video-video buatan jaringan teroris hanya untuk kepentingan internal. Bukan untuk sengaja disebarkan kepada publik seperti keinginan PF. Kesadaran PF menunjukkan gejala jaringan teroris semakin sadar cara baru menyebarkan pesan mereka secara luas dalam waktu singkat. Teroris mulai ingin memanfaatkan media massa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI