Premi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) tengah dikaji oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), diusulkan naik 43% dari Rp.19.225 menjadi Rp.27.500 per orang. Tarif premi non PBI juga otomatis mengikuti. Untuk peserta mandiri kenaikannya minimal Rp.5.000. Kenaikan ini bertujuan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, juga membuka kemungkinan lebih banyak rumah sakit swasta bergabung dengan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.[1],[2]
Bila disetujui, maka alokasi APBN untuk 86,4 juta peserta PBI Jamkesmas meningkat dari Rp.19,93 triliun menjadi sebesar Rp.28,51 triliun per tahun. Ini belum termasuk alokasi APBD untuk peserta Jamkesda yang telah diintegrasikan ke BPJS Kesehatan.
Tarif premi sebesar Rp.27.000 telah diusulkan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dua tahun yang lalu. Disampaikan oleh Ketua DJSN di Semarang, Jawa Tengah, 21 Juni 202. Jauh berbeda dibandingkan iuran Jamkesmas sebesar Rp.6.500 hingga Rp.7.000 per orang per bulan, karena didasarkan atas kualitas pelayanan kesehatan yang akan diterima oleh masyarakat secara lebih komprehensif.[3]
Seperti diketahui, sasaran kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahap awal mencakup 86,4 juta peserta Jamkesmas; 11 juta peserta Jamkesda; 16 juta peserta ASKES; 7 juta peserta Jamsostek; dan 1,2 juta peserta dari unsur TNI dan POLRI, sehingga total sebesar 121,6 juta jiwa.[4]
Jumlah penduduk miskin dan tidak mampu sangat besar dalam kepesertaan BPJS Kesehatan tahap awal. Bila peserta PBI Jamkesmas dan Jamkesda disatukan jumlahnya sebesar 97,4 juta jiwa, atau setara 80,1 persen dari seluruh peserta BPSJ Kesehatan tahap awal.
Program jaminan kesehatan bagi penduduk miskin telah dikembangkan Pemerintah pada tahun 1998, disebut Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK), didanai pinjaman Bank Pembangunan Asia. Tahun 2001 berubah menjadi Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE), dengan dana berasal dari pengurangan subsidi BBM. Tahun 2002 namanya berubah lagi menjadi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS–BBM).
Tahun 2005 pertama kali program dikelola secara nasional, disebut program Asuransi Masyarakat Miskin (ASKESKIN). Premi ditetapkan Rp.5.000 per orang, Sebagai dasar perhitungan alokasi APBN. Tahun 2008, berganti nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).
Target peserta pada awal tahun 2005 sebesar 36,1 juta orang, baru pertengahan tahun dinaikkan menjadi 60 juta orang. Tahun 2007 dinaikkan menjadi 76,4 juta orang, tetap sama sampai tahun 2012. Terakhir tahun 2013 dinaikkan lagi menjadi 86,4 juta orang.
Nilai premi PBI dari tahun 2005 sampai 2009 ditetapkan sama sebesar Rp.5.000 per orang per bulan. Baru pada tahun 2010 dinaikkan menjadi Rp.6.000, tahun 2012 dan 2013 naik menjadi sebesar Rp.6.500.
Tabel 1. Menampilkan perbandingan premi PBI berdasarkan data alokasi APBN bersumber Nota Keuangan dan RAPBN dan premi PBI berdasarkan Anggaran Integrasi periode tahun 2005-2013. Anggaran integrasi diperoleh dari berbagai sumber seperti Kementerian Kesehatan RI (2011),[5] Jaminan Sosial Indonesia (2011)[6] dan Sekretariat Kabinet RI (2013).[7]
Tabel 1. Perbandingan premi PBI berdasar APBN dan Anggaran Integrasi, 2005-2013
[2] Keterangan perhitungan anggaran integrasi dapat dilihat di catatan kaki[8]
Grafik 1. Menampilkan Anggaran Integrasi berbasis APBN dan proyeksi premi PBI periode 2005-2014. Premi PBI tahun 2014 (1) telah ditetapkan sebesar Rp.19.225 per orang per bulan. Saat ini sedang dikaji untuk diusulkan naik 43% menjadi Rp.27.500 per orang. Pada grafik di inklusi sebagai tahun 2014 [2] dengan warna berbeda.
Grafik 1. APBN Integrasi dan Proyeksi Premi PBI: 2005 - 2014
Apakah usulan kenaikan tarif premi di bulan Agustus ini akan menuai polemik seperti terjadi jauh-jauh hari sebelum tarif premi PBI 2014 ditetapkan. Pada tahun 2012-2013, banyak pihak tampak antusias mendukung kenaikan premi peserta PBI Jamkesmas. Sempat diusulkan kenaikan berkali lipat jauh diatas realisasi tahun berjalan.
Kali ini usulan kenaikan mencakup juga tarif premi untuk peserta non PBI, peserta bukan penduduk miskin dan tidak mampu, yang preminya tidak dibayar oleh Pemerintah. Semoga ada antusiasme yang sama, atau lebih.
Déjà vu: premi PBI
Dalam periode Januari hingga Juni tahun ini, BPJS Kesehatan berhasil mengumpulkan premi sebesar Rp.18,412 triliun. Jumlah ini berasal dari alokasi APBN untuk premi peserta PBI Jamkesmas sebesar Rp. 9,96 triliun, peserta eks Askes sebesar Rp.5,77 triliun, peserta dari TNI/Polri sebesar Rp.349,181 miliar, peserta dari lembaga formal dan badan usaha sebesar Rp.1,56 triliun, peserta bukan penerima upah Rp.324,64 miliar, dan iuran peserta Jamkesda atau PJKMU (Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum) sebesar Rp.433,83 miliar.[9]
Jumlah penduduk yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dalam semester pertama tahun 2014 tercatat sebesar 124.553.040 orang, terdiri dari peserta PBI Jamkesmas sebesar 86,4 juta orang, peserta pekerja penerima upah sebesar 23.761.627 orang, peserta bukan penerima upah sebesar 3.565.240 orang, peserta bukan pekerja sebesar 4.922.121 orang dan peserta Jamkesda (PJKMU) sebesar 5.904.052 orang.[10]
Tabel 2 menampilkan rangkuman jumlah peserta dan jumlah penerimaan BPJS Kesehatan serta besaran premi per kelompok peserta per 30 Juni 2014. Premi per peserta tidak merefleksikan nilai aktuarial karena dinamika jumlah peserta dalam kurun waktu semester pertama tahun 2014, kecuali untuk peserta PBI.
Tabel 2. Jumlah peserta dan penerimaan premi BPJS Kesehatan, per 30 Juni 2014
Per 30 Juni 2014, BPJS Kesehatan telah membayarkan klaim kepada fasilitas kesehatan sebesar Rp.16,415 triliun, sehingga ada surplus anggaran sebesar Rp.2 triliun, atau sebesar 10%, yang bisa digunakan sebagai dana cadangan teknis. Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan, dana untuk operasional BPJS Kesehatan jauh (lebih) dari cukup. Selain itu, BPJS Kesehatan memiliki modal awal berasal dari investasi sejak masih sebagai PT Askes sekitar Rp.10 triliun, ditambah modal pada saat penutupan buku anggaran PT Askes sebesar Rp.15 triliun, di mana Rp.5 triliun diantaranya disumbangkan kepada BPJS Kesehatan sebagai dana cadangan.[11]
Kalau masih surplus, mengapa premi peserta PBI diusulkan naik sebesar 43% dari Rp.19.225 menjadi Rp.27.500 per orang, termasuk premi non PBI yang otomatis mengikuti. Untuk peserta mandiri kenaikannya minimal Rp.5.000.
Pasti ada pertimbangan rasional dan tujuan jelas, yang dapat dipertanggungjawabkan. Perlu ada keterbukaan, agar menjadi jelas dan dapat dipahami, dasar pertimbangan kenaikan tarif premi PBI. Bila ternyata jelas tidak mencukupi sehingga perlu kenaikan lebih besar lagi, mengapa tidak. Tetapi tentu setelah para wakil rakyat memahami dan menyetujui, karena dialokasikan dari APBN.
Transparansi dan akuntabilitas publik akan lebih efektif mendorong kepedulian masyarakat untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan kesehatan nasional.
Menyimak realisasi penggunaan (utilisasi) pelayanan kesehatan, mengacu laporan (BPJS Kesehatan) per 30 Juni 2014, fasilitas kesehatan tingkat lanjutan menerima 8.261.945 kasus untuk rawat jalan dan 1.663.819 kasus untuk rawat inap.[12] Utilisasi ini merupakan gabungan antara peserta PBI dan non PBI.
Berarti rate utilisasi jawat jalan tingkat lajut (RJTL) sebesar 132,7‰ per tahun, dan rawat inap tingkat lanjut (RITL) sebesar 26,7‰ per tahun. Ini didasari asumsi jumlah peserta sesuai 30 Juni 2014 sebesar 124.553.040 orang. Jumlah peserta tahap awal tentu lebih rendah, sehingga rate utilisasi aktual di prediksi lebih besar.
Rate utilisasi (utilization rate) pelayanan kesehatan merupakan ukuran frekuensi penggunaan pelayanan oleh sejumlah penduduk dalam satuan waktu tertentu, misalnya per 1.000 orang per tahun (‰/tahun). Rate kunjungan (visit rate) untuk mencerminkan frekuensi kunjungan ke pelayanan rawat jalan, dan rate rawat inap (hospitalization rate) untuk frekuensi kasus rawat inap.
Bila dibandingkan dengan utilisasi peserta Jamkesmas tahun 2012, rate utilisasi RJTL peserta Jamkesmas sebesar 77,1‰ per tahun dan RITL sebesar 16,7‰ per tahun. Ini sesuai hasil survei pada 52 negara yang menunjukkan bahwa utilisasi pelayanan kesehatan oleh penduduk kaya lebih dari dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan penduduk miskin, padahal seharusnya mereka yang miskin lebih membutuhkan.[13] Karena utilisasi peserta PBI lebih rendah, kemungkinan biayanya juga lebih rendah.
Teringat dialog dengan seorang sesepuh Jaminan Kesehatan, saat mengantar beliau keluar dari lobi Aston Rasuna, Rasuna Epicentrum, Agustus 2012. Karena banyak tamu, kami memilih bicara pelan, tentang program mega, JKN. Saya bergumam: “Bisa-bisa premi PBI justru menjadi subsidi untuk peserta yang mampu membayar…” Beliau bergumam … dan tersenyum…
Epilogi
Kepedulian untuk JKN tidak terkait konteks premi semata, tetapi pada esensi tujuan program JKN. Tujuan program JKN adalah mencapai cakupan universal (universal coverage atau universal health coverage), mewujudkan kesehatan untuk semua, cakupan universal (universal health coverage, atau universal coverage), “Health for All,”
Pada Peresmian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan serta Peluncuran Program JKN di Istana Bogor, 31 Desember 2013, Presiden telah menyampaikan bahwa seluruh jajaran pemerintahan terkait perlu bekerja keras agar sasaran pencapaian universal health coverage pada tahun 2019 mendatang dapat diwujudkan (Presiden RI, 2013)[14]
Cakupan universal menjadi komitmen kolektif seluruh negara anggota WHO dalam Resolusi WHA58.33, 25 Mei 2005. Kesehatan merupakan sebuah kekuatan terbesar untuk mengalahkan kemiskinan. Millennium Development Goals (MDGs) Kesehatan dan Post-2005 Development Agenda sebagian besar tergantung pada bagaimana semua negara berhasil dalam bergerak menuju cakupan universal.
Untuk mencapai tujuan cakupan universal perlu sistem kesehatan yang kuat, efisien dan dikelola secara baik, selain tenaga kesehatan yang terlatih, memiliki kapasitas cukup serta mempunyai motivasi untuk memberikan pelayanan terbaik.
Walau kesiapan pembiayaan kesehatan juga berperan sangat penting, tetapi kemajuan dalam mencapai tujuan cakupan universal perlu koordinasi semua dari kegiatan, lintas sistem kesehatan, dan lintas sektor.
Walaupun dalam momentum global, cakupan universal bisa menjadi janji kosong bila tidak berfokus pada penyediaan pelayanan yang berkualitas. Cakupan universal tidak akan tercapai tanpa penguatan sistem kesehatan lokal, di tingkat kabupaten.[15]
Perlu ada perbaikan, perubahan perbaikan. Siapa peduli JKN jangan diam. Banyak tugas menanti, dan tantangan.
25 Agustus 2014
Kris Kirana
[1] MedanBisnis. (2014) Premi BPJS Kesehatan akan Naik 43%. [Online] 16th August 2014. Available from: http://medanbisnisdaily.com/news/read/2014/08/16/111798/premi_bpjs_kesehatan_akan_naik_43persen/#.U-8yJ6NNvio [accessed: 16th August 2014]
[2] Herman, BeritaSatu. (2014) Premi PBI BPJS Kesehatan Perlu Dikaji Ulang. [Online] 15th August 2014. Available from: http://www.beritasatu.com/megapolitan/202897-premi-pbi-bpjs-kesehatan-perlu-dikaji-ulang.html [accessed: 16th August 2014]
[3] HukumOnline.com (2012) Iuran BPJS Diusulkan Rp27 Ribu Tiap Bulan. [Online] 21st June 2012. Available from: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fe31176c0a7e/iuran-bpjs-diusulkan-rp27-ribu-tiap-bulan [accessed: 11th January 2012]
[4] Presiden RI. (2013) Transkripsi Sambutan Presiden RI Pada Peresmian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Dan BPJS Ketenagakerjaan Serta Peluncuran Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) [Online] 31th Desember 2013. Available from: http://www.presidenri.go.id/index.php/pidato/2013/12/31/2228.html [accessed: 16th January 2014]
[5] Kementerian Kesehatan RI. (2011) Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam Sinergitas Implementasi Jamkesmas dengan Program Keluarga Harapan (PKH). [Online] 21st March 2011. Available from: http://www.slideshare.net/MbahJunior/jamkesmas-pkh-kemenkes [accessed: 24th January 2014]
[6] Jaminan Sosial Indonesia. (2011) 2011, Pemerintah Anggarkan Rp. 6,3 T untuk Jamkesmas dan Jampersal. [Online] June 2011. Available from: http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/163 [accessed: 22nd January 2014]
[7] Sekretariat Kabinet RI. (2013) Jamkesmas dan Jamkesda : Tingkatkan Kesehatan Warga. [Online] 7th November 2013. Available from: http://www.setkab.go.id/pro-rakyat-10957-jamkesmas-dan-jamkesda-tingkatkan-kesehatan-warga.html [accessed: 22nd January 2014]
[8] Keterangan perhitungan Anggaran Integrasi:
Tahun 2005 – 2010:
- Tahun 2005: Rp.1,13 triliun (alokasi APBN Rp.1 triliun, ditambah APBN-P Rp.1,23 triliun, dikurangi sisa anggaran tahun 2005 Rp.1,1 triliun);
- Tahun 2006: Rp.3,7 triliun (alokasi APBN Rp.2,7 triliun, ditambah sisa anggaran tahun 2005 Rp.1,1 triliun, dikurangi sisa anggaran tahun 2006 Rp.100 milyar);
- Tahun 2007: Rp.4,63 triliun (alokasi APBN Rp.2,7 triliun, ditambah APBN-P Rp.700 milyar, ditambah sisa anggaran tahun 2006 Rp.100 milyar triliun, ditambah defisit anggaran th 2007 Rp.1,13 triliun);
- Tahun 2008: Rp.3,47 triliun (alokasi APBN Rp.4,6 triliun, dikurangi defisit tahun 2007 Rp.1,13 triliun);
- Tahun 2009: Rp.4,6 triliun;
- Tahun 2010: Rp.5,125 triliun (alokasi APBN)
Tahun 2011 – 2013:
- Tahun 2011: Rp.6,3 (alokasi APBN Rp.6,3 triliun);
- Tahun 2012: Rp.7.925 triliun (alokasi APBN Rp.7,38 triliun, ditambah defisit tahun 2012 sebesar Rp.545 milyar)
- Tahun 2013: Rp.9,545 triliun (alokasi APBN sebesar Rp.8,29 triliun, dikurangi defisit tahun 2012 sebesar Rp.545 milyar, ditambah perkiraan defisit tahun 2013 sebesar Rp.1,8 triliun)
[9] Iskana, F.I., Kontan. (2014) Anggaran BPJS Kesehatan masih surplus. [Online] 15th August. Available from: http://keuangan.kontan.co.id/news/anggaran-bpjs-kesehatan-masih-surplus [accessed: 23rd August 2014]
[10] Ibid.
[11] BeritaSatu. (2014) Dari Iuran Peserta, BPJS Kesehatan Surplus Rp 2 Triliun. [Online] 23rd August 2014. Available from: http://www.beritasatu.com/ekonomi/202938-dari-iuran-peserta-bpjs-kesehatan-surplus-rp-2-triliun.html [accessed: 23rd August 2014]
[12] Kusuma, D.R., Detik Fineance. (2014) BPJS Raup Rp 18,412 Triliun dari Iuran Kesehatan Masyarakat. [Online] 15th August 2014. Available from: http://finance.detik.com/read/2014/08/15/104052/2662928/5/bpjs-raup-rp-18412-triliun-dari-iuran-kesehatan-masyarakat [accessed: 21st ugust 2014]
[13] WHO. (2010) The World Health Report 2010. Health Sistems Financing: The Path to Universal Coverage. [Online] Geneva: World Health Organization. Available from: http://whqlibdoc.who.int/whr/2010/9789241564021_eng.pdf?ua=1 [Accessed: 26th February 2014]
[14] Presiden RI. (2013) Transkripsi Sambutan Presiden RI Pada Peresmian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Dan BPJS Ketenagakerjaan Serta Peluncuran Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) [Online] 31th Desember 2013. Available from: http://www.presidenri.go.id/index.php/pidato/2013/12/31/2228.html [accessed: 16th January 2014]
[15] Meessen, B. and Malanda, B. (2014) No Universal Health Coverage Without Strong Local Health Systems. Bulletin of the World Health Organization. [Online] 92 (2). p.77-152. Available from: http://www.who.int/bulletin/volumes/92/2/14-135228/en/ [Accessed: 20th March 2014]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H