CINTA
Dia masih menyusuri pekarangan rumahnya. Berjalan bolak-balik ke tempat-tempat atau sudut-sudut yang sama. Berulang-ulang berdiri di pojok tertentu, berdiam di tempat tertentu, lalu kembali mengamati sekitar pekarangan.
Kini dia berpindah ke teras rumah. Mengendus-ngendus pot-pot bunga yang sebagian bergelantungan. Membelai tanaman bonzai yang berjajar rapi dengan berbagai jenis pohon. Juga menyemprot-nyemprotnya dengan botol khusus ke arah bunga atau pokok tanaman.
”Kapan ya, aku terakhir melihatnya?” tanya kepada dirinya.
”Aku sih, tidak telaten menjagainya.” Dia tegur dirinya.
Lalu dia masuk ke dalam rumah. Berkeliling ruangan. Mengamati kalender. Memandangi lukisan. Menyentuh-nyentuh patung. Memeriksa mesin penjawab telepon. Kemudian duduk di sofa, menggerak-gerakkan tubuhnya. Memencet remote control televisi. Meraup kacang bawang dari stoples. Mematikan televisi.
”Di mana aku meletakkannya?” dia bergumam.
”Atau ada yang memindahkannya?” dia menyangka.
”Atau ada yang menyembunyikannya?” dia mencuriga.
Tiba-tiba seorang wanita keluar dari sebuah kamar.
”Mencari apa, sih?” tanyanya.
”Cinta.”
”Oh. Dahulu kutaruh di situ. Seingatku.”
”Ok. Aku coba mencarinya lagi.”
”Buat apa, sih?”
”Tidak tahu. Barangkali aku saja yang takut hidup sendiri.”
Kemudian lelaki itu pun dengan sigap segera mengendusnya. Meskipun dirinya tahu, itu pasti telah mengering sebab tidak pernah disirami, apalagi dipupuk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H