Mohon tunggu...
Eko Kristie
Eko Kristie Mohon Tunggu... Guru - Payung itu melindungi diri. Payung itu norma, tradisi, agama, dan segala sesuatu yang menjadikan hidup semakin nyaman.

Pada mulanya adalah kata-kata. Itulah awal Tuhan Allah mengenalkan dunia. Ayo, saling mengenal untuk memuliakan karya agung-Nya!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Catatan Romantis 9

18 Desember 2014   05:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:04 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada Lubang di Dalam Hidupnya

Selalu saja muncul lubang tiap kali diurug, berpindah tempat – tanpa tanda-tanda, tanpa kompromi, terus menjadi obsesi. Keadaan ini terjadi tanpa kendali, berbagai cara berpikir tak mampu mengatasi – juga strategi perasaan menjadi lumpuh di tengah jalan. Lubang itu tetap muncul di dalam hidupnya, dirinya. Menggodanya, merayunya, menderanya tanpa ampun di antara lamun yang berjibun.

Ada seorang perempuan yang rajin (secara berkala) berupaya menimbunnya dengan santun. Namun, perempuan itu juga makin terjebak di dalamnya. Seperti diikat dengan kawat tembaga, seperti dipaku dengan batang baja. Dia malah terkurung di sana tanpa syarat, dengan rela, dengan suka – juga duka. Tanpa jemu, tanpa ragu, dia menutup lubang itu, mengurugnya dengan daki sisa kerja. Mengucurinya dengan keringat sisa yang memercik tiada henti. Kadang dia tersenyum, juga geli, buat apa mengurug lubang kalau besok jadi galian lagi?

Lubang itu ternyata muncul sebagai pertanda – bahwa ketulusan tidak pernah sia-sia, kepasrahan tidak membawa petaka, dan kesabaran akan berbuah suka. Kerakusan saat berkubang di peraduan semesta atau berlabuh di teluk cakrawala – saat itu dia mengenakan busana bulan dan bermahkota api. Kerakusan adalah buncah-buncah hati yang terjepit hari.

Kemunculan lubang itu jarang memberi isyarat – tiba-tiba dan menyela kapan saja, bahkan di dalam jeda kerja dengan setumpuk jadwal. Seandainya lubang itu makin membesar dan tidak diurug-urug juga –udara memuai hingga ujung angkasa, cuaca mengharu hingga menembus waktu, dan angin atau air memprahara sampai porak selimut jiwa.

Dirinya tidak pernah menggali lubang, lubang itu mengeduk sendiri, permukaannya melesak ke bawah – mendadak ada ruang hampa udara yang menjalar. Saat itulah dia harus mengurugnya, menutupnya, menimbunnya – pelan-pelan tanpa merasa berbeban.

Cinta yang kuat tak pernah menyisakan kebosanan. Perempuan itu masih rajin memanah rembulan seperti nyanyian Kantawa Takwa dalam ”Kesaksian” yang tidak menjemukan untuk diperjuangkan. Dia pun merentangkan tangannya sembari menyunggingkan senyum bahagia.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun