Mohon tunggu...
Eko Kristie
Eko Kristie Mohon Tunggu... Guru - Payung itu melindungi diri. Payung itu norma, tradisi, agama, dan segala sesuatu yang menjadikan hidup semakin nyaman.

Pada mulanya adalah kata-kata. Itulah awal Tuhan Allah mengenalkan dunia. Ayo, saling mengenal untuk memuliakan karya agung-Nya!

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Catatan Romantis 20

5 Maret 2015   08:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:09 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahukah Kau tentang ”Cikru” Cinta?

Di kampung halamannya dahulu ada istilah ”cikru” (Jawa: berkecambah) untuk menamai biji-bijian yang mulai bertunas. Pada masa lalu barangkali cinta telah menjadi cikru, tapi masih malu untuk sungguh-sungguh bersekutu.

Kecambah telah bertunas di dalam tubuh kekasihnya yang ayu. Cikrunya mengembang – mungkin sedikit menyentak lever. Akar serabutnya yang dulu pernah melar, kini terus menjalar ke organ-organ dalam. Batangnya kian berisi, digetar-getar urat nadi kekasih yang tak henti berdenyut. Ranting-rantingnya mulai bermunculan karena pupuk yang berasal dari aliran darahyang pasrah. Sebagian ranting menerobos keluar tubuhnya – ada yang meletup lewat kerut pusar, njeplak dari lubang telinga, menjulur dari lubang hidung, menyerobot pinggir bola mata, mencuat dari lubang-lubang lainnya, tapi sebagian besar berkerumun di relung hatinya.

Rerantingan yang berbentuk sulur itu lantas berdaun. Daunnya tipis-tipis, hijau muda, dan agak lebar. Pada ujung rerantingan juga muncul beberapa kuncup bunga, terus merata ke semua ranting yang berjumbaian ke mana-mana. Semakin hatinya bergairah, kian cepat pula kuncup-kuncup itu bermekaran. Saat gairahnya berubah menjadi birahi, bunga-bunga pun lekas menjadi biji.

Sewaktu dirinya merajuk kesal, kuncup-kuncup pun enggan mekar. Mereka terkulai lesu – mengajak hati bersekutu. Kuncup-kuncup yang sesungguhnya begitu setia. Dedaunan yang hijau menjadi hilang nuansanya, melemas – dengan liar menutupi mata, hidung, pipi, jenjang leher, payudara, kerut pusar – bahkan menumpuk lapuk di relung hati.

Kala gairahnya menyala kembali. Sulur-sulur pun bercahaya. Dedaunan menghijau seketika. Kuncup-kuncup langsung mekar mengurai bunga – bunga yang berwarna-warni tiada tara. Akar serabut di dalam tubuhnya turut bereaksi tanpa basa-basi. Sari-sari makanan diisapnya dengan lahap. Tumbuhan di tubuh kekasih mirip suatu sistem, yang secara manajerial digerakkan oleh keadaan hatinya. Mereka akan serempak menyatakan dukungan pada hati yang mengemas rasa fitri.

Semesta raya mengembuskan angin lega. Laut memantulkan pendar biru berkilau. Cakrawala mengurai pandang lepas mata. Barangkali Tuhan Allah juga tersenyum atau geleng-geleng kepala melihat tingkah dua anak manusia – seperti kala memandang Adam dan Hawa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun