Tatkala guru sudah terlibat untuk memberikan materi dan pendampingan secara optimal, di pihak pelajar menerima hal itu disertai dengan rasa tanggung jawab dirinya, rasa bebas itu menjadi produktif.Â
Kebebasan ini berefek positif dalam menyiasati soal-soal ujian akhir yang dihadapinya. Entah, mungkin sisi psikologis peserta ujian ini yang agak terabaikan, kiranya dapat menjadi pertimbangan dalam proses pembelajaran (persiapan) menghadapi ujian akhir. Biasanya lembaga-lembaga motivasi akan berperan prima untuk menggarap ranah secara lebih intensif.Â
Sebagian besar sekolah sudah menjeda dengan aktivitas-aktivitas motivatif sebelum pelaksanaan ujian akhir, baik yang dikelola secara mandiri maupun bekerja sama dengan lembaga motivasi tertentu. Itu suatu upaya yang bagus untuk membangun rasa bebas dalam diri peserta ujian.
Akhirnya, coba menyimak komentar Hafidh si peraih nilai 100 dari Solo ini, bukankah suatu pernyataan yang ringan dari suatu kebebasan? Hafidh mendapat nilai 100 untuk Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Kimia. "Saya tidak menyangka dapat nilai 100, saya juga tidak ada target harus nilai seperti itu," kata Hafidh.Â
Jadi, ada baiknya sekolah-sekolah untuk mengolah dan mengelola rasa bebas pelajar dalam menghadapi ujian akhir, agar semakin banyak peserta ujian akhir (biasa) memperoleh nilai 100. Semoga praduga ini menginspirasi guru untuk menggali upaya-upaya lain yang berpengaruh pada perolehan nilai 100. Sehingga perolehan nilai 100 dalam ujian akhir merupakan suatu pencapaian prestasi dari hasil kerja sama antara guru dan peserta didik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H