Mohon tunggu...
Eko Kristie
Eko Kristie Mohon Tunggu... Guru - Payung itu melindungi diri. Payung itu norma, tradisi, agama, dan segala sesuatu yang menjadikan hidup semakin nyaman.

Pada mulanya adalah kata-kata. Itulah awal Tuhan Allah mengenalkan dunia. Ayo, saling mengenal untuk memuliakan karya agung-Nya!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Romantis 16

20 Oktober 2014   03:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:26 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

PINCANG

Orang-orang sekampung heran, mengapa Pance bisa pincang. Dengan badan yang berotot, tangan yang kekar, serta kaki yang tegap, mustahil mengalaminya. Siang ini dia berjalan pincang. Tambah mengherankan lagi, jalannya lebih parah dibandingkan Gareng yang ditakdirkan selalu bubulen kakinya. Pance berjalan miyar-miyur kayak sedang bermain engklek. Ayam yang berkaki satu masih lebih enak dipandang daripada cara Pance berjalan. Orang-orang pun sibuk berbisik-bisik.

”Eh, mungkin Pance ditembak polisi.”

”Mosok? Dia kan bekas atlet tangguh. Mosok punya masalah dengan polisi. Lha wong waktu diarak dalam karnaval keliling kota dulu malah dikawal polisi. Ingat kan, setelah memenangkan lomba lari 400 meter dalam PON?”

Atau dipukuli orang? Dia meladeni semua gadis yang mengaguminya. Jangan-jangan dia ngawur di kampung lain, terus dikeroyok ramai-ramai.”

”Salahnya sendiri. Gonta-ganti pacar! Ketika kelewatan bermain di rumah si gadis, para pemuda menghajarnya, entek-entekan! Mungkin ada pemuda yang menggebuk dengan besi.”

”Kalian ini memang tukang ngawur-ngawuran. Sekarang sudah tidak zamannya ngeroyok orang yang pacaran. Mau pulang sore kek, larut malam kek, pagi kek, urusan yang bersangkutan!”

”Betul juga ya. Tapi, lalu kenapa Pance pincang?”

”Lho, tanya saja sendiri.”

”Ah, enggak enak.”

”Ketimbang kalian ngira-ira terus. Mendingan tanya.”

”Mbok kamu yang tanya.”

”Kok aku? Aku tidak merasa ganjil melihat dia pincang!”

Perbincangan begitu terus saja berlanjut. Suatu hari ada anak kecil yang berseragam putih-merah berangkat sekolah. Saat berlalu di depan Pance, si anak bertanya.

”Oom, kok pincang?”

”Sssttt, biar orang-orang punya bahan berbincang.” sahut Pance dengan senyum menawan. Kami yang mendengar terbelalak. Ternyata hidup kami yang perlu dibenahi, Pance telah menyadarkan cara hidup kami yang selama ini suka mencaci.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun