CINTA ≠ MEMASAK
Hanya ada tiga jenis orang. Mereka yang membuat segala hal terjadi; mereka yang melihat segala hal terjadi; dan mereka yang berkata, ”Apa yang terjadi?” ~Ann landon
”Aku nggak pintar masak.”
”Lho, nggak ada yang mengharuskan perempuan untuk pintar memasak. Hidup manusia itu tidak untuk makan melulu, kan?”
”Tapi, hampir tiap ibu dalam rumah tangganya bisa masak.”
”Manusia tidak hanya hidup dari nasi atau roti.”
”Wow ... indah banget!”
”Heh, jangan cuma terkesan pada rangkaian kata. Itu akan menjebak hidup kita. Waspadalah!”
”Asalkan, kau yang menjebaknya, aku tidak peduli.”
”Kau tetap seperti dulu, teguh dan gampang merajuk.”
”Oya?”
”Aku anggap begitu, aku tidak tahu sehari-harimu.”
”Wah, seandainya kau tahu, kau pasti terus bernapsu.”
”Aku tidak suka terburu napsu, lebih nyaman terburu rindu.”
”Yayaya. Kau selalu mengajakku tamasya untuk menjelajahi makna. Tamasya yang jarang aku alami. Apalagi dalam menekuni profesi sehari-hari.”
”Syukurlah. Paling tidak kau sadar bahwa hidup tidak cuma: kapasitas produksi, debet, kredit, aktifa, pasiva, ekspor, buyer, prospek, proposal, kalkulasi, saham, untung-rugi, investasi, kurs dolar, HRD, meeting, kliring, ....”
”Olala, kau mulai memperolokku, ya? Heh, aku bisa belikan kau dompet karena hidup di seputar itu. Ya, kan?”
”Olala, aku tahu, aku paham. Tuh, kan, jangan gampang tersinggung, dong! Maksudku, kau perlu sesuatu yang menjadikan hidupmu lebih berbinar.”
”Apa itu?”
”Cinta.”
”Ah, kau selalu kembali ke situ, ya?”
”Lho, cinta itu awal dari kehidupan, maka kehidupan harus diisi juga dengan cinta. Tanpa itu, apa arti anak-anak. Mereka adalah buah-buah cintamu dalam hidup. Cinta-cinta yang akan melanjutkan dan mengisi masa depanmu.”
”Hei, hei, hei!”
”Kenapa?”
”Kau selalu saja ngelantur. Apa hubungannya dengan rajin masak tadi?”
”Hidup tidak hanya dari roti dan nasi ....”
”Alaaaa, yaya! Aku sudah tahu!”
”Masak itu bukan sekadar suka atau tidak suka. Rajin atau tidak rajin. Enak atau asin. Renyah atau sepah. Memasak itu soal mengelola hati.”
”Apalagi, ini?”
”Ya.”
”Masak dengan hati?”
”Iya, dong. Meskipun tanganmu kebledosan minyak, tapi kalau kau dengan hati riang, daging yang kau goreng pasti seempuk dan serenyah roti surgawi.”
”Ah, kau bisa aja!”
”Dengan cinta selalu bisa apa saja.”
”Tuh, kan. Selalu ngelantur!”
”Ngelantur pun, aku tetap cinta kau. Apalagi jika tidak ngelantur, cintaku makin membabi buta.”
”Dasar!”
”Siapa?”
”Kau.”
”Kau, sendiri?”
”Aku? Dasar juga, ya?”
”Jadi?”
Aroma cinta menyebar ke seluruh penjuru pondok. Mereka cekikikan. Rembang petang masih berdendang di pekarangan. Namun, matahari sudah berangsur angslup untuk menyiapkan hidup hari nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H