Dengan demikian, hemat penulis, ceritera rakyat adalah ceritera khas yang terdapat dan hidup dalam suatu kelompok (suku) masyarakat tertentu tentang sejarah kampung, adat, belis, budaya, mitos, Wujud Tertinggi, dan lain-lain, yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara lisan (visual).
Dalam tulisan ini, penulis hendak mengulas ceritera rakyat yang berasal dari daerah Timor Tengah Selatan (TTS): "Fatu Atonis", Batu Manusia. Penulis memulainya dengan menuliskan secara lengkap kisah dalam cerita rakyat ini lalu mulai melihat makna di baliknya dan relevansi dari cerita rakyat ini bagi kehidupan kaum muda Timor saat ini.
Cerita Batu Manusia
Pada zaman dahulu di kerajaan Amanatun tepatnya di kabupaten Timor Tengah Selatan, berkuasa seorang rajayang kaya bernama usif Banmeni. Ia mempunyai banyak sapi, kuda dan kambing. Dengan sendirinya, ia mempunyai banyak pekerja yang mengembalakan binatangnya. Di antara sekian banyak pengembala, terdapat dua orang pengembala yang bernama Neno dan Fai. Tugas mereka adalah mengembalakan kambing-kambing.
Suatu hari, beberapa ekor kambing yang digembalakan itu hilang. Mereka berdua masuk ke luar hutan untuk mencari kambing-kambing yang hilang itu. Tak lama kemudian, mereka tiba pada suatu sungai yang bernama sungai Tumut. Satelah menyeberangi sungai itu, turunlah hujan yang amat deras disertai kilat dan halilintar sambung-menyambung seakan membelah bumi. Mereka mulai merasa dingin, lapar dan ketakutan. Untunglah dalam kegelapan itu, tampak sebuah lopo kecil.
Maka, cepat-cepat Neno dan Fai berlari menuju lopo tersebut. Tiba-tiba, bulu kuduk mereka terasa merinding. Mereka teringat akan dongeng yang sering mereka dengar tentang nenek Be Lana. Nenek Be Lana adalah nenek jin yang jahat dan suka memangsa manusia.
Namun, ketika mereka sedang berpikir, nenek tersebut menyapamereka berdua dengan lembut. Wajah nenek tua itu kelihatan gembira dan tersenyum. Tidak seperti gambaran nenek Lana yang bengis dan buruk. Nenek itu mempersilakan ke dua anak itu sambil bertanya: "kalian mau ke mana?" Neno dan Fai serentak menjawab: "kami sedang mencari kambing-kambing usif Banmeni yang hilang dan karena hujan maka kami mencari lopo untuk berlindung". Lalu keduanya masuk dan berlindung pada lopo itu. Nenek  itu kemudian menanyakan berbagai hal pada Neno dan Fai. Sementara bercakap-cakap, Neno dan Fai mengantuk dan akhirnya memutuskan untuk tidur. Mereka tidak tahu bahwa lopo yang mereka masuki adalah sebuah gua batu. Keduanya telah ditipu.
Selang beberapa saat, Neno dan Fai terbangun. Mereka terkejut dengan mimpi yang sama agar mereka meloloskan diri dari bencana yang sedang menimpa mereka. Mereka sangat terkejut dan ketakutan karena lopo yang mereka masuki itu ternyata sebuah gua batu yang suasananya mengerikan. Nenek yang penuh senyum yang mereka jumpai tadi tidak ada lagi. Keduanya kemudian berusaha merangkak keluar tetapi pintu gua sudah tertutup perlahan-lahan. Yang ada hanya sebuah lubang kecil.
Keduanya mulai sadar bahwa mereka telah terjebak. Mereka telah masuk dalam sebuah gua. Lalu mereka berteriak histeris dan menangis sejadi-jadinya. Tangan mereka dikeluarkan dari lubang itu sambil minta tolong. Namun, pertolongan yang diharapkan tak kunjung tiba. Akhirnya mereka kehabisan tenaga, teriakan dan tangisan mereka semakin melemah.
Sementara itu di istana, usif Banmeni mengalami kepanikan karena ke dua anak pengembala kambing tak kunjung pulang. Lalu, usif Banmeni memerintahkan rakyatnya untuk mencari Neno dan Fai. Setelah bertanya ke sana ke mari, tak seorang pun mengetahui di mana Neno dan Fai berada. Rakyat lalu memutuskan untuk menyusuri sungai Tumut, karena mungkin ke dua anak itu telah terbawa banjir semalam. Setibanya rakyat banyak di sebuah gua batu, terdengarlah teriakan yang sayup-sayup. Itulah teriakan Neno dan Fai. Mereka lalu mengerumuni gua dan berusaha menolong ke dua anak malang itu.
Temuan ini kemudian dilaporkan kepada usif Banmeni. Lalu usif Banmeni memerintahkan seluruh rakyatnya masing-masing membawa peralatan untuk membelah batu itu. Tetapi, batu terlalu keras. Usaha itu sia-sia, sementara suara ke dua anak itu melemah dan akhirnya berhenti. Keduanya telah mati lemas.