Pendahuluan
"Kacang lupa kulit." Demikian kata pepatah tua. Banyak orang (khususnya orang Nusa Tenggara Timur) sering menafsirkan pepatah ini sesuai dengan konteks manakala seseorang dengan sengaja dan atau tidak sengaja melupakan daerah asalnya atau melupakan kebudayaan daerahnya. Hal ini bisa disebabkan karena 'ketertutupan' diri dan malu, bahkan gengsi terhadap budaya tradisional daerahnya.
Ujaran pepatah ini sangat khas dan sarat makna. Apa maksudnya? Daerah Nusa Tenggara Timur (selanjutnya: NTT) yang dikenal multikulturalis, dianggap mewarisi kebudayaan dan adat istiadat nenek moyang secara turun temurun. Warisan itu pada umumnya diwariskan secara visual dan dipatuhi dari generasi ke generasi (diceriterakan dari orangtua kepada anak-anaknya). Alhasil, budaya NTT dianggap 'kokoh berdiri'.
Meski demikian, ada sebuah kekeliruan paradigma yang fenomenal terjadi di sekitar kita ketika terjadinya dialog peradaban. Banyak orang menganggap orang NTT itu kolot dan tradisionalis. Padahal, bertindak sederhana dan lokal tidak identik dengan kekolotan. Justru tindakan demikian mengekspresikan kejeniusan sikap manusia dalam ziarah mencari jati dirinya. Kemodernan dan keglobalan dunia tak pernah terjadi dari dirinya sendiri. Hal itu muncul dari usaha manusia menemukan hakikat sebuah hal sederhana (lokal).
Umumnya, unsur budaya di NTT, sarat akan mitos. Contohnya: jangan menggunting rambut atau kuku pada malam hari, jangan menyapu rumah pada malam hari karena dianggap pemali dan bisa mendatangkan kemalangan Meski demikian, tetap dipegang dan diyakini oleh orang-orang NTT.
Selain mengandung mitos, budaya NTT juga mengandung unsur teologis. Budaya NTT merupakan kehadiran dan karya Allah. Sehingga, budaya NTT mengandung nilai religius yang sangat mengagumkan. Hal ini sangat tampak dalam agama-agama tradisional yang ada di NTT. Agama-agama ini yakin dan percaya akan Wujud Tertinggi, Sang Pencipta alam semesta.
Tak dapat disangkal pula bahwa orang NTT memiliki cara berpikir mitis. Cara berpikir mitis ini memampukan seseorang untuk mengetahui latar belakang keterikatan masyarakat adat pada kampung asal, karena di sanalah masa silam leluhurnya dapat ditelusuri, yang di masa sekarang secara mitis dianggap masih mempunyai hubungan dengan anak cucunya.
Dengan demikian, pada akhirnya meski arus globaliasi terus 'mengempas', zaman modern boleh maju, sains modern boleh pula tegak sebagai peradaban yang gemilang, tetapi mitos dan takhayul belum musnah dari rahim kultural NTT. Manusia NTT (akan) tetap berpegang teguh pada budaya dan adat istiadatnya. Singkatnya, setiap orang NTT dituntut secara moral dan etis untuk senantiasa mengingat kebudayaannya di mana pun ia berada. Singkatnya, jangan melupakan 'kulit' kedaerahana kita.
Salah satu unsur kebudayaan yang masih dipegang teguh oleh orang-orang NTT hingga saat ini adalah ceritera rakyat. Setiap daerah di NTT pasti memiliki ceritera rakyatnya masing-masing.
Secara umum, cerita rakyat adalah ceritera yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam dan mencakup kekayaan budaya serta sejarah yang dimiliki masing-masing daerah.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan cerita rakyat sebagai cerita dari zaman dahulu yang hidup di kalangan rakyat dan diwariskan secara lisan.