Mohon tunggu...
Komang Prasada
Komang Prasada Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Mencintai angin di pantai, di gunung, di sela dedaunan bahkan di lorong pasar. Mengagumi pikiran liar yang dilesakkan oleh kepala sederhana. Mencari setiap tulisan yang mampu menentramkan jiwa merdeka yang selalu gelisah bahkan ketika tertidur.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

KRL Commuter Line Moda Transportasi Umum yang Berhasil Menerapkan Continuous Improvement

30 November 2015   16:18 Diperbarui: 30 November 2015   17:27 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya bergegas merapihkan berkas, memasukkan ke dalam tas lalu mematikan komputer kantor. Saya lihat jam tangan sudah pukul 21.00 WIB. Artinya sebentar lagi akan lewat kereta tujuan Bogor yang selalu saya naiki setiap hari. Setelah absen saya langsung berlari ke stasiun Sawah Besar. Untunglah kantor saya tepat berada di samping stasiun ini sehingga tidak butuh waktu lama untuk mencapainya.

Saya masuk stasiun dan agak heran karena saya melihat banyak sekali penumpang yang duduk-duduk mulai dari pintu gerbang stasiun hingga peron. Saya penasaran dan bertanya kepada salah satu penumpang di situ mengapa masih duduk-duduk di bawah dan tidak naik ke atas peron. Dia menjawab bahwa ada gangguan Saluran Listrik Atas (SLA) di UI sehingga perjalanan kereta tidak bisa dilakukan. Bersamaan dengan itu saya juga mendengar pengumuman bahwa kereta belum bisa normal dan disarankan kepada para penumpang untuk mencari angkutan lain. Benar-benar mengesalkan. Sudah lelah seharian bekerja, tiba-tiba harus pulang dengan bus yang selain mahal juga akan memakan waktu lebih lama. Maklum tempat tinggal saya ada di daerah Cibinong, Bogor. Sering sekali terjadi gangguan KRL apalagi jika masuk musim hujan, ada saja yang menghambat perjalanan.
Tetapi itu adalah cerita tahun 2012 lalu. Saat ini suasana seperti itu tidak ada lagi. Sebagian besar perjalanan KRL CL menjadi lancar dan jika ada hambatanpun karena hal yang luar biasa seperti yang terjadi belum lama ini di stasiun Juanda yaitu tabrakan dua KRL.

Saat ini KRL CL benar-benar bisa dijadikan andalan dan menjadi “the best choice for urban transport”. Dengan revolusi dan transformasi yang luar biasa KRL CL berubah dari moda transportasi yang biasa semwarut, tidak tertib, selalu rugi dan banyak gangguan menjadi moda transportasi yang teratur, tertib, menguntungkan perusahaan dan telah meminimalisir gangguan.

Perubahan Signifikan KRL CL

Banyak perubahan kearah perbaikan yang telah dilakukan oleh manajemen PT. KAI (Kereta Api Indonesia) di bawah pimpinan Ignasius Jonan dan khususnya perusahaan yang menangani KRL CL yaitu PT. KCJ (KAI Commuterline Jabodetabek) di bawah pimpinan Tri Handoyo. Dengan keinginan mengubah transportasi massal ini menjadi lebih baik sehingga mampu menjadikannya pilihan utama warga dari Jabodetabek, manajemen mampu secara terukur, terarah dan konsisten melakukan perbaikan yang saat ini kita rasakan keberhasilannya. Perubahan yang dilakuan tentu saja tidak mudah karena menyangkut sarana, prasarana dan juga manusia yang terlibat di dalamnya. Tetapi dengan kemauan keras dan keyakinan yang kuat akhirnya perubahan itu membawa hasil. Bukan saja layanan yang makin baik, tetapi juga budaya penumpang menjadi lebih baik lagi. Perubahan-perubahan yang dilakukan manajemen PT. KCJ antara lain

Pelarangan penumpang di atap atau Sambungan KRL
Penumpang KRL CL Jabodetabek terutama yang kelas ekonomi banyak yang menyukai naik di atap atau sambungan KRL. Mereka yang suka naik di atap disebut sebagai “Atapers” Awalnya mungkin karena di dalam KRL padat dan pengap mereka memilih di atap yang bisa bebas bernafas dan merokok, tetapi banyak korban jiwa akibat kelakuan para atapers yang kurang memperhatikan keselamatan mereka. Ini tentu saja memprihatinkan dan manajemen kemudian melarang para atapers ini beraksi. Banyak yang dilakukan agar penumpang tidak naik keatap, mulai dari memasang kawat berduri di stasiun, menyemprotkan air tinta, membawa anjing polisi, meminta bantuan aparat hingga mengancam tidak akan menjalankan kereta jika masih ada yang di atap. Tetapi atapers tetap saja membandel hingga menajemen menghapus KRL Ekonomi.

System Pembayaran e-ticketing
Perubahan pembelian tiket dari tiket kertas menjadi tiket elektronik bagi penumpang merupakan perubahan yang sangat mengejutkan pada awalnya tetapi akhirnya bisa diterima dan menguntungkan karena dengang tiket multi trip penumpang tidak perlu antri tiket setiap akan naik KRL CL. Walaupun harus mengeluarkan ongkos di awal, sehingga terlihat berat tetapi itu dapat dianggap sebagai tabungan sehingga penumpang tidak harus tiap hari antri.
Bagi perusahaan perubahan ini juga mampu meningkatkan keuntungan karena mencegah kebocoran pendapatan di tiket kertas. Bukan rahasia lagi saat tiket kertas berlaku, banyak penumpang yang tidak membeli tiket namun bisa naik kereta dengan membayar di atas itupun jika ada pemeriksaan karcis. Atau adanya tiket palsu yang dibuat penumpang dengan men-scan tiket langganan asli lalu dilaminating sehingga jika dilihat sepintas akan seperti asli.

Penghapusan Kelas
Sejak akhir Juli 2013, kelas ekonomi non AC dihapuskan dari daftar perjalanan KRL CL. Banyak tentangan dari pengguna KRL karena merasa biaya transport yang akan dikeluarkan jauh lebih besar. Tetapi dengan informasi yang terus menerus dan janji peningkatan pelayanan dan kenyamanan maka penghapusan kelas ekonomi dapat diberlakukan tanpa kendala berarti. Justru yang muncul kemudian adalah kerepotan di KRL AC dengan kebiasaan para penumpang ekonomi yang mereka bawa misalnya bergerombol di sambungan, duduk-duduk lesehan beralas koran atau membawa tempat duduk kecil, berbicara keras dan bersahut-sahutan sehingga mengganggu penumpang lain. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan mengedukasi penumpang dan memberlakukan patroli PKD dalam KRL untuk mengingatkan penumpang yang tidak mentaati peraturan dalam KRL CL.

Pembersihan Stasiun dari Pedagang Kaki Lima
Sebelum pertengahan tahun 2013 hampir seluruh stasiun di Jabodetabek dipenuhi dengan pedagang kaki lima. Dengan alasan ingin meningkatkan keamanan dan kenyamanan penumpang di stasiun maka dilakukan pembersihan dan penggusuran pedagang ini. begitu kuatnya perlawanan para pedagang kaki lima dalam mempertahankan lapak mereka hingga dibantu oleh mahasiswa. Namun karena ketegasan dari manajemen KAI dan karena memang lahan yang ditempati para pedagang adalah milik PT. KAI, maka penggusuran akhirnya bisa dilakukan. Saat ini stasiun menjadi steril dari para pedagang dan membuat penumpang menjadi nyaman saat menunggu kereta.

Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan
Perubahan-perubahan yang telah dilakukan adalah bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan di KRL CL. Termasuk dengan mengganti KRL delapan rangkaian dengan sepuluh rangkaian dan saat ini sedang ditambah menjadi dua belas rangkaian. Bersamaan dengan itu juga manajemen memperbaiki dan mengubah peron agar semakin nyaman bagi penumpang. Peron benar-benar steril dari orang yang tidak naik KRL. Stasiun tidak lagi menjadi tempat tinggal para pemulung, pedagang kaki lima, atau bahkan orang yang hanya numpang lewat. Semua sudah ditertibkan.

Kekurangan KRL CL
Berbicara perubahan kea rah perbaikan tentu kurang lengkap jika tidak bicara soal kekurangannya, karena hanya memuji tetapi tidak bisa mengkritik. Padahal kritik sangat penting agar perbaikan yang dilakukan tidak berhenti disini saja.
Kekurangan KRL yang masih dirasa dari dulu hingga sekarang ini dan perlu mendapat perhatian dari manajemen adalah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun