Mohon tunggu...
Kris da Somerpes
Kris da Somerpes Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

pendiri dan pengampu media sastra online: www.floressastra.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pesan Sultanah Puteri Pahang

25 Juli 2010   09:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:37 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh….wanita adalah rukun dunia, hiasan dunia dan anggota pergaulan dalam dunia. Wanita sebagai yang pernah dikatakan “Wanita adalah tiang negara, apabila baik wanita baiklah negara dan apabila rusak (jahat) wanita, rusaklah negara”

“Wanita memang kaum lemah…(namun)...wanita memiliki kelebihannya dalam bidang-bidang tertentu. Dalam bidang kecerdasan dan ketangkasan, kaum wanita juga tidak sedikit mempunyai seperti itu. Putri Indra Wangsa, Laksamana Keumala Hayaty dan Pocut Meurah Inseuen, tiga budiwati yang menjadi perintis kejayaan wanita…”

Demikian penggalan khutbah (pidato) Puteri Pahang di hadapan Sultan Iskandar Muda dan Majelis Mahkamah Rakyat, ketika, karena tumnah-nya, yaitu ‘menjadi sultanah Kerajaan Aceh yang dinobatkan secara resmi, untuk satu hari saja’. Tepatnya pada 12 Rabiul Awal tahun 1030 H (1620 M)

Dari Sultanah Puteri Pahang-lah hak-hak kaum perempuan diakomodir secara sosial dan politik. Dalam sehari menjadi Sultanah, beliau memberikan momentum perubahan yang besar. Bahwa perempuan dan laki-laki memiliki harkat dan martabat yang sama. Singkatnya hak-hak perempuan harus dihargai.

Kendati demikian Sultanah sadar betul bahwa pembelaan hak kaumnya tidak dimaksudkan untuk mengambil peran kaum laki-laki. Dalam batas agama, Sultanah menegaskan bahwa “Muslimat (wanita Islam) walau bagaimanapun cerdas dan tangkasnya atau pahlawannya, menurut ajaran agama Islam ia wajib patuh kepada suaminya”

“...(maka) Berkenaan dengan itu agar dapatlah kiranya disusun suatu qanun (peraturan) yang mengatur hak-hak kemaslahatan yang menjamin ketentraman kaum wanita” demikian Sultanah menutup Kutbah. Dalam sehari semalam Dewan Majelis berembuk dan merancang qanun tersebut, setelah dengan suara bulat menerima usulan Sultanah.

Belajar dari Sejarah, seperti apa yang sudah dengan berani diperjuangkan oleh Sultanah, kita mestinya sadar bahwa perempuan tidak sekedar, meminjam istilah prokem, sebagai ‘makhluk Tuhan paling seksi’.

Perempuan tidak hanya sekedar ‘hiasan dunia’ yang lantas hanya ‘dipajang’ di ruang privat. Yang seterusnya dapat dijadikan objek kekuasaan dan nafsu belaka. Perempuan harus dihargai hak-haknya, termasuk di dalam ruang publik, dalam lingkungan sosial politik dan masyarakat.

Bukankah perempuan dapat menjadi pemimpin politik dan dengan demikian suara mereka pantas untuk kita dengar? Bukankah fakta sejarah sudah mencatat bahwa di tanah kita pernah lahir pemimpin-pemimpin tangguh dari kaum perempuan selain Sultanah Putri Pahang? Lantas mengapa peran mereka seperti menjadi kian ’senyap’?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun