Peristiwa asali Idul Adha adalah peringatan atas peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim (Abraham), yang bersedia untuk mengorbankan putranya Ismail (dalam Alkitab, khususnya Kitab Kejadian disebut sebagai Ishak) untuk Allah, namun kemudian digantikan oleh-Nya dengan domba.
Peristiwa tersebut dalam Islam dirayakan sebagai hari suci. Pada hari raya Idul Adha, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan Salad Ied bersama-sama di tanah lapang, seperti ketika merayakan Idul Fitri. Setelah salat, dilakukan penyembelihan hewan kurban, untuk memperingati perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang menyembelih domba sebagai pengganti putranya. Hari Raya Idul Adha jatuh pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah, hari ini jatuh persis 70 hari setelah perayaan Idul Fitri. Hari ini juga beserta hari-hari Tasyirk dihramkan puasa bagi umat Islam.
Dalam perspektif kristiani, peristiwa Idul Adha merupakan sebuah peristiwa suci walau pun tidak dirayakan. Kaum kristiani memaknai peristiwa persembahan dan atau kurban nabi Ibrahim (Abraham) sebagai bentuk totalitas penyerahan iman kepada Allah. Dalam Kitab Kejadian bab 22 ayat 1 sampai 19 secara terang melukiskan perihal peristiwa tersebut.
Pada ayat 11, dilukiskan bahwa Abraham mendengar suara Tuhan melalui malaikat Tuhan “Abraham, Abraham, jangan bunuh anak itu dan jangan kau apa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut kepada Allah dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepadaKu”
Idul Adha, secara asali dalam perpektif kristiani mengandung dua makna sekaligus, pertama, adanya totalitas penyerahan diri kepada Allah sebagai pemilik semua dan empunya segala. Segenap manusia, baik yang Muslim maupun yang Kristiani selalu disadarkan untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah. Simbol-simbol yang tampak dalam dan melalui hewan kurban adalah refeleksi atas pengorbanan diri kita kepada Allah.
Kedua, bahwa ketulusan pengabdian, keyakinan dan totalitas penyerahan diri kepada Allah akan selalu diuji. Allah akan selalu menguji kesetiaan kita. Bukan supaya kita terjerumus ke dalam dosa, tetapi agar kesetiaan itu dilakukan kian tulus. Semakin kita suluk dan masuk lebih dalam untuk berjumpa dengan Allah, semakin kita mengenali diri kita tidak berdaya, tidak lebih dari debu tanah. Pengorbanan dan kestian kita diuji senantiasa. Abrahaman diuji kesetiaanya kepada Allah melalui dan dalam nyawa Ismael (Ishak). Akan selalu seperti itu, Allah akan selalu menguji kesetiaan kita dalam keseharian hidup kita.
Demikianlah refleksi sederhana ini, sebagai sebuah peringatan akan kemakhlukan kita bahwa sesungguhnya kita mencintai dan mengimani Allah yang satu dan sama. Semoga dengan moment suci ini, kita melebur dalam cinta, merelakan segala benci dan dendam terkubur pendam dalam masa lalu kita. Marilah kita semua, segenap umat beriman membangun silaturahim agar keharmonisan dan kedamaian tercipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H