Mohon tunggu...
Kris da Somerpes
Kris da Somerpes Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

pendiri dan pengampu media sastra online: www.floressastra.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bahasa ‘Aneh’: Bahasa SMS dan Bahasa Facebook

27 Juli 2010   20:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:33 1709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dua minggu terakhir saya seperti ‘berdialog’ dengan setumpuk naskah, baik tulisan tangan maupun ketikan dari beberapa pelajar Sekolah Menengah Umum (SMU). Hampir semua naskah ditulis dengan menggunakan gaya bahasa yang ‘aneh’ yang saya pikir merupakan dampak langsung dari keselaluan menggunakan bahasa SMS atau bahasa Facebook. Sebab, sebagian besar naskah penuh dengan singkatan, simbol, terselip kata bahasa asing yang juga disingkat, ditambah ketidaklengkapan (dan ada pula kebanyakan) tanda baca.

Kadang, ketika sampai pada kata dan kalimat yang lucu seperti ‘dasar gundol’, ‘lebai.com’ saya terpakasa harus mengambil waktu untuk tersenyum atau tertawa. Ketika sampai pada kalimat-kalimat panjang, yang sulit untuk membedakan sebagai kalimat atau paragraph, saya pun harus merekan sedikit waktu untuk mengurainya. Ketika itu saya harus mengernyitkan dahi. Sesekali pula saya harus bertanya kepada penulisnya, jika hendak memastikan maksud yang penggunaan kode dan lambing yang tidak pernah diajarkan oleh guru bahasa. Ketika itu saya bingung.

Sebuah dialog yang membutuhkan waktu dan energi. Namun yang pasti bahwa saya benar-benar dipaksanakan untuk menjadi pembaca yang teliti. Saya berusaha untuk tetap membacanya dengan serius, lantaran di hadapan saya bukan hanya ssetumpuk tulisan tangan pelajar SMU, tetapi sudah sedang berhadapan dengan sebuah bahasa. Sekali lagi, sebuah bahasa.

***

Kamus Besar Bahasa IndonesiaW.J.S Poerwadarminta (Balai Pustaka, 1985) mencatat tiga definisi dasar tentang bahasa: 1) system lambang (tanda yang berupa sebarang bunyi (=bunyi bahasa) yang dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasaan. 2) perkataan-perkataan yang dipakai oleh sesuatu bangsa (suku bangsa, negara, daerah, dsb). 3) percakapan (perkataan) yang baik; sopan santun; tingkah laku yang baik.

Dalam penyampaian yang berbeda, Wikipeda Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa) mendefinisikan bahasa sebagai penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti.

Bahasa memiliki berbagai definisi. Definisi bahasa adalah sebagai berikut: 1) suatu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan. 2) suatu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain. 3) suatu kesatuan sistem makna. 4) suatu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna. 5) suatu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: Perkataan, kalimat, dan lain-lain. 6) suatu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.

Merangkum dua definisi dasar di atas bahasa sejatinya meliputi sistem dan makna. Sistem yang saya maksud adalah lambang-lambang atau kode atau simbol, syarat-syarat pada keadaan-keadaan, tempat-tempat, dan orang-orang tertentu. Sementara makna menunjuk kepada pemahaman dari konsep atau pikiran atau perasaan yang disampaikan.

***

Berangkat dari definisi di atas, dan sejauh pemahaman saya atas bahasa yang dimengerti dan dipahami demikian, maka setumpuk naskah yang kendatipun saya anggap ‘aneh’ tetapi tetap memiliki martabat. Saya harus tetap menghargainya sebagai sebuah bentuk penyampaian yang bermakna, walau pun disampaikan (ditulis) dalam system dan bentuk yang ‘aneh’.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah bahasa yang disampaikan (ditulis) dengan bentuk ‘aneh’ itu bertentangan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar?

Kendatipun harus melewati seebuah dialog (membaca) dengan susah payah, dan membutuhkan banyak waktu untuk mencerna, juga memahami, lantas sampai pada titik dimana melahirkan tanya ‘bahasa apatah ini?’, saya masih tetap berpendapat bahwa setumpuk naskah yang sudah sedang saya baca (ketika itu) sama sekali tidak bertentangan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengapa?

Karena saya harus masuk dalam dunia para pelajar untuk dan jika harus memahami bahasa mereka. Bahasa Indonesia yang baik dan benar harus efektif, mudah dipahami dan dapat dimengrti oleh lawan bicara. Dan untuk sampai pada pemahaman itu, saya harus masuk ke dalam dunia pelajar. Masuk ke dalam system bahasa mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun