Dua tangannya lumpuh. Tidak bisa diharapkan untuk melakukan aktivitas lebih selain menggunakan kedua tangannya untuk pekerjaan yang ringan semisal tekan tombol ‘oke’ ketika menjawab panggilan telephone. “Tapi saya bersyukur kepada Tuhan, bahwa kedua kaki saya normal dan mata saya terang benderang” demikian pengakuan Valentina Saima yang sudah sejak lahir mengalami cacat pada kedua tangannya.
Dilahirkan di Lengko Ajang, Lontong Meni Manggarai Timur Flores Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 25 Maret 1975, Valen, demikian ia bisa dipanggil dikenal sebagai anak yang minder, malu dan bahkan rendah diri. “Mengapa tidak, saya cacat, saya juga tidak sekolah. Saya mengenal bangku sekolah hanya dua hari, setelah itu mama menyuruh saya berhenti sekolah, karena saya tidak bisa berbuat apa-apa, saya tidak bisa baca dan tulis, apalagi bahasa Indonesia”. Akunya lagi.
Namun, segalanya berubah pada Oktober 1991, ketika itu usianya menginjak lima belas tahun. Atas bantuan Ferdinandus Jaleng, pemuda asal Waerana Manggarai Timur Flores-NTT, Valen diboyong ke Rumah Sakit Damian Cancar, sebuah rumah sakit yang dikhususkan bagi orang-orang kusta dan cacat. Dan selanjutnya atas bantuan Suster Virgula SSPs, sebulan kemudian Valen dikirim ke Surabaya untuk menjalani operasi penguatan kedua tangannya.
Tidak hanya itu, dalam proses penyembuhan yang panjang, sekembalinya dari Surabaya, Valen mengikuti pendidikan luar kelas yang keseharian belajar layaknya anak sekolah dasar dengan jenis mata pelajaran yang sama, dari matematika sampai bahasa, dari pendidikan kesahatan sampai mata pelajaran agama. “Dua tahun setengah saya belajar membaca dan menulis, sampai saya bisa membaca dan bisa menulis. Walaupun saya menulis dengan kaki” jelasnya dengan penuh semangat.
Sekarang, ketika semuanya sungguh berubah, dalam kesehariannya, Valen merasa berutang budi pada kehidupan dan sekalian orang yang telah memberinya jalan. Di Toko Sinar Harapan Labuan Bajo, sebuah toko berlantai tiga yang mayoritas dikelola oleh anak-anak cacat dari pusat rehabilitasi orang kusta dan anak cacat St. Damian Binongko Labuan Bajo, Valen tidak hanya melayani pembeli, tetapi juga di saat luang, ia menggunakan kedua kakinya untuk mengembangkan bakat dan kreatifitasnya.
“Kadang , kalau saya tidak sedang sibuk melayani pembeli atau sedang libur, maka saya akan menggunakan waktu untuk menyulam, menulis, menyeterita dan bahkan berkebun dan memotong rumput”. Kisahnya. “Bahkan hasil sulaman saya sudah banyak yang terjual” Lanjutnya sambil memperlihatkan hasil sulamannya.
Dan memang terbukti. Tidak hanya bisa menghasilkan, tetapi juga menampilkan paduan warna yang elok dan rapi. “Valen gitu loh” demikian ia berkelakar. Sebuah kelakar yang pada saat yang sama menunjukkan kekuatan baru baginya. Kekuatan yang membuat hidupnya kian bermakna di antara sekalian manusia normal.
Tampak tidak ada lagi perasaan minder, malu dan rendah diri yang melekat padanya. “Saya merasa bersyukur kepada Tuhan. Tuhan sudah atur semuanya. Pertama-tama saya mengucap syukur kepada Tuhan, kedua kepada orang tua saya dan terakhir kepada mereka semua yang telah menolong saya secara khusus Surter Virgula, SSPs. Sebab, karena mereka saya dapat menjadi seperti sekarang ini”. Jelasnya.
“Inilah saya” katanya lebih lanjut. “Saya dapat beraktivitas layaknya manusia normal, walau hanya dengan kedua kaki saya”. Demikianlah Valentina Saima yang dalam dan melalui kedua kakinya, ia berbicara dan memberi kesaksian kepada dunia, bahwa sesungguhnya dunia ini memberi martabat yang sama kepada semua manusia. Di hadapan Tuhan, siapa pun kita adalah manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H