Mohon tunggu...
Kris da Somerpes
Kris da Somerpes Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

pendiri dan pengampu media sastra online: www.floressastra.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pieta dari Gaza, Korban Rahang Keledai Sampai Mortil

11 Juli 2014   16:54 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:39 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14050472231593068881

Katakan kepada kematian Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Dan sumpahi kemenangan di atas darah dan air mata sebagai laknat.

***

Dulu, Samson (Simson), dalam salah satu kitab suci dikisahkan membunuh ratusan orang Filistin hanya dengan sepotong rahang keledai. Samson begitu kuat dan tangguh sampai pukulannya memecahkan batok kepala sekian banyak orang. Tidak dapat dibayangkan bagaimana topi baja dan baju jirah berantakan dibuatnya. Dan tidak dapat dibayangkan pula bagaimana isi otak ratusan tentara filistin itu tumpah keluar dan darah meleleh-alir di atas cadas. Ngeri.

Kini, Filistin itu berdarah lagi. Ratusan dan bahkan ribuan orang kembali mati. Dan selalu saja ada kisah kematian datang dari sana. Filistin itu Palestina. Palestina (bahasa Arab: فلسطين Filasṭīn, Falasṭīn, Filisṭīn; bahasa Yunani: Παλαιστίνη, Palaistinē; bahasa Latin: Palaestina; bahasa Ibrani: פלשתינה Palestina) adalah sebuah wilayah di Timur Tengah antara Laut Tengah dan Sungai Yordan. Nama "Palestina" digunakan oleh penulis-penulis Yunani Kuno, dan kemudian digunakan untuk provinsi Romawi Syria Palaestina, provinsi Romawi Timur Palaestina Prima dan provinsi Umayyah dan Abbasiyah Jund Filastin.

Di tangan tentara Israel, Palestina/Filistin kembali menangis. Ratusan anak dan ibu, orang muda dan tua, laki-laki dan perempuan mati diujung liang mortil. Walau tidak tampak rahang kedelai, walau Simsom sudah lama tidak terkisah lagi, tetapi derita yang dialami Palestina tampaknya tak pernah sudah untuk berhenti.

Pertanyaannya mengapa Palestina begitu dibenci sebegitu lama. Berlarut beribu-ribu tahun. Mengapa dendam itu tidak pernah sudah. Berlama-lama sampai ditakar zaman. Mengapa kemanusiaan begitu tidak berartinya di tangan angkara murka. Dan cinta kasih begitu tidak bernyali dihadapan dendam dan sakit hati.
***
Oh Tuhan....kepada kematian saya hanya dapat mengatakan Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Dan kepada kemenangan di atas darah dan air mata, saya menyumpahinya sebagai laknat. Salam damai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun