Pada 17 Desember 2019 anggota DPR-RI mulai membahas Undang-undang Omnibus Law mengenai Undang-undang Cipta Kerja, setelah menerima rancangan dari pemerintah. RUU Cipta Kerja masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah DPR tahun 2020-2024.
Panja mulai membahas secara intensif mulai bulan April 2020 sampai dengan 3 Oktober 2020. Pembahasan melibatkan sejumlah ahli dan pemangku kepentingan, mulai asosiasi profesi, pengusaha dan serikat buruh.
Menurut DPR Undang-undang Cipta Kerja dibahas sebanyak 64 kali rapat, 2 kali Raker, 56 kali Rapat Panitia Kerja dan 6 kali Rapat Tim Musyawarah, sebelum ketok palu dalam rapat paripurna pengesahan tanggal 5 Oktober 2020.
Tujuan UU Ciptaker
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa UU Ciptaker merupakan salah satu solusi bangsa Indonesia agar terlepas dari predikat negara berpenghasilan menengah. Dengan cara menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kualitas pekerja.
Selain itu diperlukan penyederhanaan regulasi, agar dapat menumbuhkan investasi dalam negeri. Dan diperlukan UU Cipta Kerja yang mengubah beberapa hambatan sehingga dapat menciptakan lapangan kerja.
Sementara itu dalam UU Ciptaker dijelaskan bahwa Cipta Kerja merupakan upaya penciptaan lapangan kerja melalui kemudahan usaha, adanya perlindungan dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha dan investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional.
Memperhatikan pernyataan Ailangga Hartarto dan tujuan UU Ciptaker maka ada dua tujuan besar yaitu membuka lapangan kerja atau menarik investor asing menanamkan modalnya di Indonesia dan meningkatkan kualitas tenaga kerja.
Kepastian Usaha dan Investor
Survei The Word Economic Forum (WEF) terhadap para pelaku usaha di Indonesia mengungkap ada 16 faktor penghambat investasi di Indonesia.
1. Korupsi dengan skor 13.8 menjadi penghambat nomor wahid