Di negeri ini betapa uang telah menjadi 'raja' pada seluruh denyut nadi kehidupan manusia, banyak hal dapat diatur dengan fulus, tanpanya membutuhkan waktu panjang atau urusan bisa jadi tidak rampung.Â
Kalau ada cukup dana dapat melicinkan proses suatu urusan, atau dapat menghentikan laju masalah, bahkan dapat meraih sesuatu yang dikehendaki.
Betapa tidak, dengan uang dapat mengatur keputusan sang pengadil, mungkin hukuman menjadi lebih ringan atau bahkan yang lebih ekstrem dapat terbebas dari jerat hukum, dan ini bukan suatu isapan jempol.
Kalau Anda melanggar lalu lintas, cukup katakan permohonan maaf dengan sopan kepada petugas, lalu sampaikan permintaan untuk dibantu karena tidak sempat untuk mengurus tilang (bukti pelanggaran) ke pengadilan dan berikan uang secukupnya, kemungkinan besar pak petugas akan luluh hatinya.
Tahun lalu negeri ini dihebohkan dengan peristiwa jual beli jabatan, pak menteri yang memegang tongkat komando untuk memerintah bawahannya telah menyalah gunakan wewenangnya dan 'melelang' jabatan di lingkungan departemen yang di pimpinnya.
Konon praktik semacam ini juga sudah membudaya di lingkungan angkatan, prajurit kalau ingin melanjutkan studi, kenaikan pangkat atau dinas ke luar negeri, jangan berharap banyak prosesnya akan mulus tanpa pemberian fulus kepada oknum atasan.
Pangeran Banten yang flamboyan betapa piawai mengatur sang ratu, dengan proyek-proyeknya yang miliaran rupiah, untuk memperkaya diri dan semua diatur dengan uang. Bahkan ada selentingan dengan uang dapat membuka peluang masuk ke sekolah-sekolah favorit, ah... ngeri kali negeri ini.
Di atas adalah beberapa contoh bagaimana hegemoni uang telah berkuasa secara absolut mengatur, memerintah, menekan, memaksa orang untuk melakukan sesuai dengan kesepakatan dua belah pihak pemberi dan penerima rupiah untuk memperlancar niat busuknya.
Perspektif Uang
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang melibatkan diri dalam pusaran praktik 'jual beli' dengan uang sebagai dewa di atas segala-galanya?. Bisa jadi mereka telah menempatkan uang sebagai tuan atas dirinya sendiri, ia tidak memerintah uang tetapi uanglah yang memerintah dirinya.
Menempatkan uang sebagai yang utama dalam hidupnya, toh memang demikianlah realita dalam praktik, tanpa uang 'orang-orang tertentu' akan kesulitan untuk bermanuver dan berimprovisasi, akhirnya tidak ada cara lain selain memburu uang habis-habisan.